Inflasi Indonesia Terendah dalam 20 Tahun, Ekonom Sebut Daya Beli Loyo

Inflasi Indonesia Terendah dalam 20 Tahun, Ekonom Sebut Daya Beli Loyo

Aulia Damayanti - detikFinance
Selasa, 02 Jan 2024 17:06 WIB
Ilustrasi Uang Rupiah
Ilustrasi/Foto: Ari Saputra
Jakarta -

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi 2023 sebesar 2,61%. Angka ini disebut menjadi yang terendah selama 20 tahun terakhir.

Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan terlalu rendahnya tingkat inflasi disebut menunjukkan tingkat konsumsi melemah.

"Kalau kita lihat ini rendahnya (inflasi) sejak dua kuartal ini, atau semester II ini. Saya melihat tren memang mengalami penurunan pada daya beli masyarakat, pada permintaan barang dan jasa yang cenderung turun. Hal ini ditandai dengan sumbangan konsumsi masyarakat terhadap ekonomi menurun," kata Tauhid kepada detikcom, Selasa (2/1/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurunnya tingkat konsumsi juga seiring naiknya harga beberapa komoditas, terutama pada pangan. Jadi, ketika pedagang menaikkan harga, masyarakat mengurangi konsumsi.

"Orang di pasar menaikkan harga malah nggak laku. Ini menyebabkan kenaikan harga tidak terlalu signifkan terutama pada (konsumsi) di semester II ini," jelas dia.

ADVERTISEMENT

"Masyarakat tidak sanggup beli barang yang naik sehingga kenaikannya diiringi daya beli rendah. Inflasi ini kan faktor pertumbuhan ekonomi tetapi kalau terlalu rendah itu jadi kelemahan ekonomi kita yang menandakan turun," jelasnya.

Kemudian, Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan, rendahnya inflasi 2023 karena harga Bahan Bakar Minyak (BBM) nonsubsidi naik bertahap dan ada tekanan pada sisi permintaan yang menurun dibandingkan 2022.

"Bisa dilihat dari inflasi inti 1,8% yoy jauh lebih rendah dibanding Desember 2022 yang mencapai 3,36%. Inflasi inti bisa mencerminkan permintaan masyarakat secara agregat masih rendah tahun 2023," ungkap dia.

"Indikator inflasi inti yang rendah juga ditopang oleh fenomena kelas menengah yang makan tabungan untuk memenuhi kebutuhan pokok serta besarnya jumlah masyarakat yang bergantung pada pinjol," tambah dia.

Ia juga menjelaskan, jika tingkat konsumsi tertekan maka imbasnya ke pertumbuhan ekonomi. Bhima memprediksi ekonomi Indonesia sulit tumbuh 5% dan pada 2024 diproyeksi lebih rendah, yakni 4,9%.

"Tahun 2024 bahkan efeknya bisa tumbuh 4,9% lebih rendah lagi. Makin jauh mencapai rata rata pertumbuhan 7% kan," pungkas dia.

Inflasi Indonesia terendah dalam 20 tahun. Cek halaman berikutnya.

Sebagai informasi, BPS mengungkap secara historis, inflasi 2023 menjadi yang terendah selama 20 tahun terakhir. Hal ini diungkapkan oleh Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers, Selasa (2/1/2024).

"Inflasi bulanan 0,14% ini angkanya lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya, tetapi lebih rendah dengan inflasi Desember 2021 dan 2022. Lalu di periode terdampak pandemi 2020 dan 2021. Inflasi tahun 2023 merupakan inflasi terendah dalam 20 tahun terakhir," ungkap dia.

Tingkat inflasi tahunan Indonesia 2023 sebesar 2,61%. Berdasarkan kelompok pengeluaran inflasi tahunan terbesar terjadi pada kelompok makanan minuman dan tembakau yaitu sebesar 6,18% dan memberikan andil sebesar 1,6% terhadap inflasi umum.

Pada laporan pertumbuhan ekonomi kuartal III-2023 lalu, BPS mencatat ekonomi Indonesia tumbuh 4,94% secara tahun ke tahun. Pertumbuhan itu disebut di bawah target 5%.

Adapun salah satu penyebabnya adalah turunnya tingkat konsumsi pemerintah dan rumah tangga. BPS mencatat konsumsi pemerintah kontraksi 3,76% dengan kontribusi 7,16%.

Terkontraksinya konsumsi pemerintah karena adanya penurunan belanja pegawai, belanja barang dan belanja bantuan sosial. Ditambah ada pergeseran pencairan gaji ke-13 Aparatur Sipil Negara (ASN), dari yang biasanya di kuartal III menjadi kuartal II.

Positifnya adalah konsumsi rumah tangga masih tumbuh 2,63% sehingga menjadi motor utama penggerak ekonomi Indonesia. Namun angka itu disebut masih relatif kecil dari pertumbuhan konsumsi pada sebelumnya.

"Konsumsi rumah tangga menjadi sumber pertumbuhan tertinggi yakni sebesar 2,63%. Kontribusi ini sebenarnya relatif kecil dibandingkan dengan triwulan lalu karena konsumsi rumah tangga telah mencapai puncaknya biasanya di triwulan II-2023," ucap Amalia pada konferensi pers Senin (6/11/2023) lalu.


Hide Ads