Sejumlah pedagang atribut partai di Pasar Senen, Jakarta Pusat, mengeluhkan omzet tahun ini yang terus mengalami penurunan dibandingkan musim-musim pemilihan umum (pemilu) sebelumnya. Kondisi ini tentu berimbas langsung pada omzet pendapatan mereka.
Misalkan saja salah seorang pedagang atribut politik bernama Joe yang mengaku jumlah pesanan yang diterimanya turun drastis dibandingkan musim pemilu tahun-tahun sebelumnya.
"Emang kalau dibilang 2019 (penjualan bagus), lebih bagus 2014 malah. Memang menurun sih, tapi nggak separah ini. Makanya kita di sini sekarang maksimalin langganan dari daerah (untuk pileg dan pilkada). 80% tuh pesanan dari langganan, tinggal telepon nanti kita kirim barangnya," ujar Joe kepada detikcom, Rabu (3/1/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk total omzet sendiri, mulai dari 2023 saat awal-awal masa kampanye hingga awal 2024 ini Joe mengaku baru bisa mengantongi sekitar Rp 50 juta. Kondisi ini sedikit berbeda dibandingkan musim pemilu sebelumnya yang mana tokonya bisa meraup total omzet Rp 70-80 juta.
"Dari awal belanja pemilu sampai sekarang omzet ya paling Rp 50 jutaan lah, nggak lebih. Paling ada cuma nanya-nanya nggak pesan kaos, makanya maksimalin yang langganan tadi," kata Joe.
"Kalau 2019 itu kan setahun sebelum pemilihan sudah pesen, konveksi sudah ramai. Itu walaupun nggak sampai Rp 100 juta, (total omzet) Rp 70-80 juta lah," tambahnya.
Joe berpendapat kondisi ini terjadi lantaran banyak calon legislatif atau calon kepala daerah yang menahan pesanan hingga mendapat penetapan nomor urut pemilihan. Itu pun tidak semua pelanggannya jadi memesan usai mendapatkan nomor urut. Mereka merasa dighosting.
"Nah itu, pertama kan awalnya menahan (pesanan) karena belum dapat nomor (urut pemilihan) nih kan nomor belum fix, pas nomor sudah keluar ada yang jadi, ada yang nggak, cuma sebatas paling minta kartu nama, baliho," terangnya.
Kemudian ada juga pedagang kaos dan atribut partai lain di Pasar Senen bernama Sokani yang mengaku omzet tahun ini menurun cukup drastis dibandingkan musim pemilu sebelumnya. Tahun ini ia mengaku mendapat omzet kurang dari Rp 100 juta, padahal pada 2019 lalu ia masih bisa membawa pulang sekitar Rp 500 juta.
"Musim (pemilu) ini Rp 100 juta saja nggak dapat, kalau saya ya, tapi rata-rata (toko lain) kurang dari segitu lah. Kalau dulu (2019) Rp 500 juta ada lah ya," katanya.
Sama seperti Joe, ia berpendapat kondisi ini terjadi karena lantaran para calon baru mendapat penetapan nomor urut pemilihan pada Desember lalu. Menurutnya hal ini membuat periode kampanye menjadi sangat singkat.
"Biasanya kalau dulu setahun (sebelum pemilihan) itu sudah mulai pesan. Kalau kemarin itu kan nomor baru keluar awal Desember, jadi kalau partai itu mau memesan sudah berat, karena masalah waktu. Paling cuma beberapa aja yang punya modal (jadi pesan). Kalau sekarang kan masalah waktu, nanti akhir bulan ini (maksudnya Februari) sudah minggu tenang (kampanye) kan," terangnya.
Lihat juga Video 'NasDem Polisikan Eks Kader yang Bakar Atribut-Kaos Anies di Jaktim':