Komisaris ID FOOD: Hanya 3% Anak Mau Jadi Petani, Maunya Jadi Pegawai BUMN

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Senin, 08 Jan 2024 11:49 WIB
Komisaris ID Food Marsudi Wahyu Kisworo /Foto: Shafira Cendra Arini/detikcom
Jakarta -

Indonesia dikenal sebagai negara yang sangat subur. Namun, salah satu hal yang menjadi tantangan besar Indonesia dalam mencapai cita-cita kedaulatan pangan adalah jumlah petani yang terus berkurang.

Komisaris ID FOOD Marsudi Wahyu Kisworo mengatakan, setiap tahunnya jumlah petani berkurang hingga 1 juta. Sementara itu, hanya 3% dari anak petani yang mau jadi petani

"Hanya 3% dari anak petani yang mau jadi petani. Banyak yang tidak mau jadi petani, maunya jadi pegawai BUMN. Ini problem besar bagi kita karena sumber daya manusia makin lama makin turun," kata Marsudi, dalam sambutannya di acara 2 Tahun Kontribusi ID FOOD, di Waskita Rajawali Tower, Jakarta Timur, Senin (8/1/2024).

Tidak hanya itu, Indonesia setiap tahunnya juga kehilangan 100.000 hektare (ha) lahan subur yang dikonversi menjadi hunian, pabrik, dan sebagainya. Di samping itu, indeks tanah subur Indonesia untuk pertanian hanya 13,39%.

"Dan ini penting, Indonesia menduduki peringkat 116 dari seluruh negara di dunia ini jadi dari sekitar 130-an negara, kita ini peringkat 116.Kita kita banyak lahan, tapi tidak subur, misalnya lahan gambut kemudian lahan padang rumput dan sebagainya, tapi lahan yang untuk pertanian hanya kecil hanya 13,9%," ujarnya.

Marsudi mengatakan, lahan pertanian Indonesia yang terbilang kecil diperparah dengan produktivitas yang juga rendah. Adapun rata-rata produktivitas pertanian Indonesia hanya sekitar 5-6 ton per ha. Sementara kalau dilihat di perankingan, dari 42 negara penghasil beras, Indonesia berada di peringkat 30.

"Peringkat kita itu sangat rendah peringkat ke-30 dari 42 negara penghasil beras menjadi tantangan besar untuk bagaimana meningkatkan produktivitas kita," katanya.

Berkaca pada berbagai permasalahan ini, ID FOOD sebagai BUMN pangan berperan besar dalam membantu menyelesaikan tantangan ini. Ketahanan pangan menjadi target yang harus dicapai terlebih dulu sebelum akhirnya bisa mencapai cita-cita kedaulatan pangan.

"Dulu ada Koes Plus kalau nyanyi katanya tongkat kayu dan dilempar itu jadi tanaman katanya, kolamnya aja kolam Ssusu begitu subur. Tapi faktanya apa kalau kita bicara pangan sebagian besar pangan kita impor? Jadi, apakah lagunya Koes Plus tadi bohong atau harapan palsu? Tapi itulah tantangan," kata Marsudi.

"Karena kalau kita bicara kedaulatan pangan kita harus berbicara mulai dari dulu sampai Hilir, mulai dari on farm sampai kemudian proses pasca panen, logistik, distribusi, sampai kepada proses-proses pemrosesan bahan pangan, kemudian sampai fase konsumsi dalam rantai," pungkasnya.




(shc/ara)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork