Komisaris ID Food Marsudi Wahyu Kisworo menyoroti Indonesia yang saat ini sebagian besar pangannya impor. Padahal, Indonesia terkenal sebagai negara yang subur.
Kondisi ini membuatnya teringat akan lagu Koes Plus berjudul Kolam Susu. Lagu tersebut menceritakan betapa suburnya Indonesia, bahkan sebuah tongkat kayu ketika dilempar sembarangan saja akan jadi tanaman.
"Dulu ada Koes Plus kalau nyanyi katanya tongkat kayu dan dilempar itu jadi tanaman katanya, kolamnya aja kolam susu begitu subur. Tapi faktanya apa? Kalau kita bicara pangan sebagian besar pangan kita impor. Jadi, apakah lagunya Koes Plus tadi bohong atau harapan palsu? Tapi itulah tantangan," kata Marsudi dalam sambutannya di acara 2 Tahun Kontribusi ID FOOD, di Waskita Rajawali Tower, Jakarta Timur, Senin (8/1/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Marsudi mengatakan, Indonesia dihadapkan dengan berbagai tantangan untuk mengoptimalkan potensi yang dimiliki dan mencapai kedaulatan pangan. Ditambah lagi, dengan benturan perubahan iklim yang terjadi saat ini, semakin mempersulit Indonesia mencapai cita-cita tersebut.
Di samping itu, Marsudi mengatakan, Indonesia setiap tahunnya juga kehilangan 100.000 hektare (ha) lahan subur yang dikonversi menjadi hunian, pabrik, dan sebagainya. Di samping itu, indeks tanah subur Indonesia juga tidak terlalu besar, hanya 13,39%.
"Dan ini penting, Indonesia menduduki peringkat 116 dari seluruh negara di dunia ini jadi dari sekitar 130-an negara, kita ini peringkat 116.Kita kita banyak lahan, tapi tidak subur, misalnya lahan gambut kemudian lahan padang rumput dan sebagainya. Tapi lahan yang untuk pertanian hanya kecil hanya 13,9%," ujarnya.
Ditambah lagi, jumlah petani terus berkurang setiap tahunnya. Bahkan pengurangannya hingga sekitar 1 juta petani. Sementara itu, hanya 3% dari anak petani yang mau jadi petani
"Banyak yang tidak mau jadi petani, maunya jadi pegawai BUMN. Ini problem besar bagi kita karena sumber daya manusia makin lama makin turun,"imbuhnya.
Menurutnya, kondisi lahan pertanian Indonesia yang terbilang kecil ini diperparah dengan produktivitas yang juga rendah. Adapun rata-rata produktivitas pertanian Indonesia sendiri hanya sekitar 5-6 ton per hektar. Akibatnya kalau dilihat di perankingan, dari 42 negara penghasil beras, Indonesia di peringkat 30.
"Peringkat kita itu sangat rendah peringkat ke-30 dari 42 negara penghasil beras menjadi tantangan besar untuk bagaimana meningkatkan produktivitas kita," kata Marsudi.
Di sisi lain, Indonesia juga tercatat sebagai negara dengan sampah makanan 37%, termasuk salah satu yang tertinggi di dunia. Menurutnya, apabila masyarakat Indonesia bisa menghemat setidaknya satu butir nasi setiap harinya, maka setiap harinya bisa memberi makan hingga 150.000 orang.
"Karena kalau kita bicara kedaulatan pangan kita harus berbicara mulai dari dulu sampai Hilir, mulai dari on farm sampai kemudian proses pasca panen, logistik, distribusi, sampai kepada proses-proses pemrosesan bahan pangan, kemudian sampai fase konsumsi dalam rantai," pungkasnya.
(shc/ara)