Bank Dunia (World Bank) memproyeksikan pertumbuhan global pada tahun 2024 akan melambat selama tiga tahun berturut-turut. Produk Domestik Bruto (PDB) diperkirakan akan melambat sebesar 2,4% pada tahun ini.
Berdasarkan laporan Prospek Ekonomi Global Bank Dunia terbaru, prediksi ini lebih rendah dibandingkan proyeksi ekonomi global pada tahun 2023 sebesar 2,6%, pada tahun 2022 sebesar 3%, pada tahun 2021 sebesar 6,2%. Bank Dunia memperingatkan perlambatan ekonomi ini dapat memperpanjang kemiskinan dan meningkatkan utang di banyak negara berkembang.
"Dilumpuhkan oleh pandemi covid-19, kemudian perang di Ukraina dan lonjakan inflasi serta suku bunga di seluruh dunia, paruh pertama tahun 2020-an tampaknya akan menjadi kinerja setengah dekade terburuk dalam 30 tahun," kata Wakil Kepala Ekonom Bank Dunia Ayhan Kose dikutip dari Reuters, Rabu (10/1/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Kose mengatakan jika tidak memperhitungkan kontraksi pandemi pada tahun 2020, pertumbuhan tahun ini akan menjadi yang terlemah sejak krisis keuangan global tahun 2009. Pihaknya memperkirakan pertumbuhan global tahun 2025 sedikit lebih tinggi yaitu sebesar 2,7%. Namun, angka ini turun dari proyeksi bulan Juni sebesar 3,0% karena adanya antisipasi perlambatan di negara-negara maju.
Tujuan Bank Dunia untuk mengakhiri kemiskinan ekstrem pada tahun 2030 tampaknya tidak akan tercapai karena aktivitas ekonomi terhambat oleh konflik geopolitik.
Di sisi lain, pertumbuhan ekonomi China yang melemah juga membebani prospek global. Diperkirakan pertumbuhanya melambat hingga sebesar 4,5% pada tahun 2024. Proyeksi ini menandai pertumbuhan China yang paling lambat dalam lebih dari tiga dekade, di luar pertumbuhan tahun 2020 dan 2022 yang terkena dampak pandemi.
Pertumbuhan yang melambat ini disebabkan dari melemahnya belanja konsumen di tengah berlanjutnya gejolak sektor properti. Dengan pertumbuhan tahun 2025 terlihat semakin melambat menjadi 4,3%.
"Namun secara umum, pertumbuhan yang lebih lemah di China mencerminkan kembalinya perekonomian ke jalur pelemahan potensi pertumbuhan akibat penuaan dan penyusutan populasi, meningkatnya utang yang menghambat investasi dan, dalam arti tertentu, mempersempit peluang untuk mengejar ketertinggalan produktivitas," kata Kose.
Negara-negara emerging market dan negara berkembang secara keseluruhan diperkirakan akan tumbuh sebesar 3,9% tahun ini, turun dari 4,0% pada tahun 2023.
Angka tersebut tidak cukup untuk mengangkat populasi yang terus bertambah untuk keluar dari kemiskinan. Lebih lanjut, Kose menjelaskan pada akhir tahun 2024, masyarakat di sekitar satu dari setiap empat negara berkembang dan 40% negara-negara berpenghasilan rendah akan menjadi lebih miskin dibandingkan pada tahun 2019, sebelum pandemi.
Salah satu cara untuk meningkatkan pertumbuhan, kata Kose, adalah dengan mempercepat investasi tahunan senilai US$ 2,4 triliun. Hal ini diperlukan untuk transisi ke energi lebih ramah lingkungan dan beradaptasi pada perubahan iklim.
Namun, untuk mencapainya dibutuhkan reformasi yang komprehensif, termasuk reformasi struktural untuk memperluas perdagangan lintas batas dan aliran keuangan. Selain itu, adanya perbaikan dalam kerangka kebijakan fiskal dan moneter.
(rrd/rir)