Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi mengakui bahwa program bantuan pangan beras dan penyaluran beras operasi pasar Stabilisasi Pasokan Harga Pangan, belum mampu menurunkan harga beras. Hanya saja, dalam catatan Badan Pusat Statistik (BPS) inflasi beras telah mengalami penurunan sedikit demi sedikit.
"Bantuan pangan dan SPHP memang belum berhasil menurunkan harga, tetapi berhasil menurunkan inflasi. Harga berasnya masih relatif tinggi, artinya harga beras stabil tinggi," ujar dia dalam konferensi pers di kantor Perum Bulog, Kamis (11/1/2024).
Bayu mengatakan, paling tidak harga beras tidak lagi melonjak tajam dan berhasil ditahan. Menurutnya belum turunnya harga beras sesuai harga eceran tertinggi Rp 10.900 per kilogram (kg), karena hasil produksi dari petani masih rendah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Produksi ini situasinya masih berat, bahkan berlanjut sampai saat ini," ujar dia.
Bayu mengutip data dari BPS bahwa diperkirakan produksi beras pada Januari dan Februari masih mengalami defisit. Jadi, untuk awal 2024, belum ada kondisi yang menggembirakan bagi kondisi produksi beras Indonesia.
"Ada tiga faktor kenapa harga naik, tingginya harga pupuk, di dunia juga naik dan turun. Bagi Indonesia, dari data BPS mengatakan Januari-Februari defisit, jumlahnya cukup besar. Jadi terjadi panen mundur di Jawa, sehingga membuat suplai dari dalam negeri juga akan sulit," terang dia.
Bayu mengungkapkan sejak bantuan pangan beras tahap pertama digulirkan pada periode Maret, April dan Mei 2023, inflasi beras mengalami penurunan dari 2,63% 2023. Ini kemudian turun menjadi 0,70% pada Maret 2023. Penurunan terus terjadi menjadi 0,55% pada April 2023 dan 0,02% pada bulan berikutnya.
Sedangkan pada bantuan pangan CBP tahap II yang disalurkan dari bulan September sampai dengan Desember, mampu menjaga laju kenaikan harga beras di akhir tahun yang biasanya naik tinggi. Hal ini terlihat dari inflasi beras yang menurun cukup signifikan dari 5,61% pada September 2023 menjadi 0,43% pada Desember 2023.
(ada/das)