Rendahnya produksi beras dalam negeri belum selesai. Pada Januari-Februari 2024 ini produksi beras diprediksi masih defisit, artinya lebih rendah dari kebutuhan masyarakat Indonesia.
Hal ini diungkapkan oleh Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi, berdasarkan proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS).Bayu menyebut jumlah defisit cukup besar.
Namun, dia menegaskan bukan berarti stoknya tidak ada, hanya saja lebih sedikit dibandingkan kebutuhan masyarakat Indonesia.
"Ini memang berat bagi Indonesia. BPS (Badan Pusat Statistik) bilang pada bulan Januari-Februari kita masih dalam defisit cukup besar," ujar dia dalam konferensi pers di Kantor Perum Bulog, Jakarta Selatan, Kamis (11/1/2024).
Bayu mengatakan, panen raya juga diprediksi mundur. Jadi, pasokan dari dalam negeri memang belum mencukupi pada awal 2024.
"Ini terjadi karena sebagian dari Jawa mundur tanamnya sehingga panennya mundur. Itu membuat suplai dalam negeri masih akan sulit," lanjutnya.
Terkait apakah harga beras akan mengalami kenaikan, dia menyebut faktor pendorong utama harga adalah produksi beras. Selain itu, kondisi di luar negeri juga mempengaruhi bahan produksi dari beras salah satunya pupuk yang semakin mahal.
Bayu belum bisa memberikan keterangan apakah harga beras akan tetap mahal dan bisa turun pada 2024. Namun, kondisi tersebut akan bergantung pada hasil produksi beras dari petani. Pihaknya tetap terus menyalurkan bantuan pangan dan operasi pasar untuk menahan agar harga beras tidak mengalami lonjakan yang signifikan.
"Kalau bantuan pangan kita lanjutkan tugasnya, bantuan pangan, SPHP. Harga kita lihat, bagaimana produksi, bagaimana situasi luar negeri dan bagaimana harga pupuk," tutur dia.
Dalam catatan BPS, produksi beras diprediksi mengalami defisit pada Januari-Februari 2024. Pada hasil produksi Januari diperkirakan defisit 1,61 juta ton, kemudian Februari 1,22 juta ton.
Kuota impor beras bertambah. Cek halaman berikutnya.
(ada/ara)