Lepas dari Rentenir, Penjual Tahu Telur Andalkan Pegadaian buat Modal Usaha

Lepas dari Rentenir, Penjual Tahu Telur Andalkan Pegadaian buat Modal Usaha

Devandra Abi Prasetyo - detikFinance
Sabtu, 20 Jan 2024 18:16 WIB
Asiyah
Foto: dok. Devandra Abi Prasetyo/detikcom
Jakarta -

Semburat keemasan mentari pagi mulai terlihat, dinginnya udara Kota Malang perlahan mulai bersahabat. Ini menjadi alarm dari alam bahwa sudah waktunya untuk Nenek Asiyah, perempuan paruh baya, yang menggantungkan hidupnya dengan berjualan tahu telur memulai harinya.

Keriput di wajahnya sudah teramat jelas. Kaki-kaki tua itu menopang punggung, jauh lebih kokoh dari jati. Ia berdiri di gang ujung jalan, tubuh tuanya dibalut jaket andalan, mematung di depan gang, sembari menunggu tukang becak langganan.

"Buka warung jam 9 sampe sehabisnya. Saya biasanya berangkat (ke pasar) jam 5 (pagi), kadang-kadang jam setengah 6 kalau kesiangan. Udah langganan becak, nunggu di depan gang," ujar Asiyah saat menceritakan aktivitas paginya melalui sambungan telepon, Jumat (19/1/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Asiyah sudah puluhan tahun berjualan tahu telur, tepatnya sejak 1993. Bukan bedak atau restoran yang appropriate, perempuan berusia 73 tahun ini meracik dagangannya di warung kecil berukuran 3 x 1,5 meter yang berlokasi di Jalan Brigjen Slamet Riadi (Oro-oro Dowo) Gg II, Malang. Meskipun tergolong lansia, tubuhnya masih terbilang kuat untuk 'dipaksa' berjalan mengelilingi kios-kios di pasar, dengan menenteng bahan-bahan jualan.

"Dulu jualan tahu itu masih Rp 500, sampai sekarang sudah Rp 15 ribu (per porsi). Pembelinya ya orang-orang kampung sini. Kalau dulu juga rame orang hotel yang makan siang di sini," tambah Asiyah.

ADVERTISEMENT

"Kalau Senin memang libur, tapi kalau pas capek (di hari lain) ya kadang libur. Udah tua, habis ini 74 tahun, udah nggak sekuat dulu," sambungnya.

Dirinya pun mengakui jika pendapatan hariannya saat ini tidaklah pasti. Kalau beruntung, Asiyah bisa menjual hingga 10-15 porsi dalam sehari. Namun, kalau dagangan sedang sepi, ia harus sabar dan menerima jika hanya sekali atau dua kali mengulek bumbu kacang.

"Nggak tentu (pendapatannya). Kalau lagi ramai ya bisa (dapat) Rp 150 ribu sampai Rp 200 ribu. Kalau sepi ya kadang satu atau dua (bungkus) saja. Ya namanya juga jualan, kadang ramai, kadang sepi," tuturnya.

'Napas' Pegadaian Bikin Asiyah Tetap Berjualan

Di Malang sendiri, hadirnya rentenir atau yang biasa dikenal dengan 'bank titil' bak oase di tengah gurun pasir. Hanya karena terdesak keadaan, pedagang-pedagang kecil seperti Asiyah rela mengambil pinjaman dengan risiko bunga yang mencekik.

Tak hanya di Jawa Timur, lintah darat ini tampaknya eksis di banyak daerah. Hal ini dibenarkan oleh Deputi Komisioner Pengawasan Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan dan Perlindungan Konsumen OJK sekaligus Ketua Satgas Praktik Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (PASTI), Sarjito.

"Rentenir di daerah bunganya tinggi, di Jawa Barat nih, ada namanya Bank Emok, Bank Titil, di Nusa Tenggara Timur saja saya baru tahu orang-orang kalau mau pergi dinas pinjam ke rentenir. Saya dapat cerita dari mereka, gede (bunga mereka)," ucap Sarjito dikutip dari detikJabar.

Sama seperti Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM) lainnya, Asiyah juga terkadang kehabisan modal untuk berjualan. Sehingga, dirinya mau tidak mau harus meminjang uang kiri-kanan untuk dapat membeli bahan-bahan seperti telur, tahu, kacang, tauge, dan lainnya.

"Dulu kalau nggak dapet utangan (dari tetangga) ya lari ke bank titil. Bayarnya enak, bisa harian atau mingguan. Tapi ya bunganya besar, bisa sampe 20 persen," ucap Asiyah.

Hingga akhirnya, lebih dari satu dekade lalu Asiyah mengenal PT Pegadaian. Baginya, Pegadaian sangat membantu dirinya untuk terus 'bernapas' dan terlepas dari jerat lintah darat. Dilansir dari laman Pegadaian, bunga yang mereka berikan terbilang lebih manusiawi, berkisar di angka 0,9-1,2 persen, tergantung jumlah dan jenis pinjaman.

Untuk jangka waktu maksimal 4 bulan, tarif gadai emas reguler di Pegadaian berkisar 1 persen untuk uang pinjaman Rp 50 ribu hingga Rp 500 ribu. Lalu ada kenaikan menjadi 1,2 persen untuk uang pinjaman Rp 500 ribu hingga Rp 5 juta, dan Rp 5 juta hingga Rp 20 juta. Paling besar, untuk pinjaman lebih dari Rp 20 juta hanya dikenakan sewa modal 1,1 persen. Ditambah dengan biaya admin sesuai jumlah uang pinjaman, antara Rp 2 ribu hingga termahal Rp 125 ribu.

Tak hanya gadai emas, Pegadaian juga menerima gadai non-emas, yakni kredit dengan barang jaminan gadget, barang elektronik, atau barang rumah tangga yang memiliki nilai ekonomis. Lalu ada juga gadai efek (saham dan obligasi tanpa warkat) dan diperdagangkan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Terakhir ada gadai kendaraan dengan jaminan sepeda motor ataupun mobil.

"Karena dulu modalnya kurang, jadi saya coba ke Pegadaian. Kadang gadai cincin, kalung, pernah juga gadai televisi. (Uangnya) bisa untuk modal jualan," tutur Asiyah.

Asiyah juga menjelaskan bagaimana caranya mengajukan pinjaman ke Pegadaian. Untuknya yang telah berusia hampir tiga perempat abad, mengajukan gadai di Pegadaian terbilang mudah. Nasabah hanya perlu datang ke kantor pegadaian dengan membawa fotokopi KTP dan KK, membawa barang jaminan, dan mengisi formulir kredit.

Lalu, barang jaminan tersebut nantinya akan ditaksir oleh Pegadaian hingga ketemu harga nilainya. Nasabah nantinya bisa meminjam modal maksimal sesuai dengan harga nilai yang telah ditentukan. Terlebih, Pegadaian tak serta merta melelang barang jaminan yang telat bayar. Menurut Asiyah, Pegadaian masih memberikan surat peringatan dan waktu tambahan jikalau nasabah masih belum memiliki uang untuk membayar cicilan yang telah jatuh tempo.

Tumbuh Bersama Pegadaian

Asiyah mengakui jika Pegadaian banyak membantu dirinya untuk berkembang dalam menjalankan warungnya. Bunga pinjaman yang kecil membuatnya tak lagi khawatir untuk menjalankan usahanya. Bahkan, karena modal pinjaman tersebut, dalam beberapa tahun ia sempat menambah menu masakan di warungnya.

"Dulu (jualan) tahu telur ada, tahu lontong biasa ada, bakmi ada, nasi goreng ada, capcay ada," katanya.

Sekarang, karena faktor usia, ia hanya menjual tahu telur. Lalu ada nasi pecel yang hanya tersedia di hari Minggu pagi.

Tidak hanya sekadar meminjam uang, Pegadaian juga mewajibkan para nasabahnya untuk menabung. Tidak ditetapkan minimal jumlah setor tabungan, para nasabah bisa menabung setiap saat dengan nominal sesuai dengan kemampuan.

"Kita diberi buku tabungan. Itu tabungan emas, jadi kita nabung semampunya, tidak ditentukan. Nanti kalau sudah banyak ditukar emas bisa, diminta uang bisa. Tapi saya nggak pernah ditukar emas, soalnya uangnya buat usaha," tambah Asiyah.

Sedikit banyak, Pegadaian mengubah hidup Asiyah. Dari yang dulunya terjerat lintah darat, kini dirinya memiliki Pegadaian sebagai 'alamat' terbaik jika kesusahan terkait dana usaha. Meski harus merelakan cincin, gelang, atau kalung emas kesayangan untuk sementara dijadikan jaminan.

Tidak salah rasanya jika PT Pegadaian menyabet penghargaan Indonesia Best BUMN Awards 2023 kategori Best SOE 2023 with Top Financial Performance & Fostering Community-Based Economic Development.

"Penghargaan ini tentu menambah semangat kepada kami agar terus memberikan produk dan layanan terbaik untuk masyarakat. Untuk itu kami mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya kepada seluruh nasabah khususnya yang berprofesi sebagai pelaku UMKM dan UMKM binaan atas kepercayaan yang diberikan terhadap PT Pegadaian," pungkas Sekretaris Perusahaan PT Pegadaian, Yudi Sadono.

Penghargaan ini, menjadi bukti jika Pegadaian sebagai anak usaha BUMN terus berfokus pada program pendampingan dan penguatan UMKM di Tanah Air, serta dapat memberikan stimulan positif terhadap roda perekonomian Indonesia.




(prf/ega)

Hide Ads