Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) Abdullah Azwar Anas buka-bukaan terkait dengan banyaknya tenaga non ASN alias honorer di Tanah Air. Menurutnya, alasan yang membuat honorer membludak di Tanah Air ialah marak praktik orang 'titipan'.
Anas mengatakan, dulu tidak sedikit pegawai ASN dan honorer ini yang merupakan 'PDAM' yaitu ponakan dan anak mantu. Kondisi ini disebabkan oleh banyaknya praktik kecurangan dalam seleksi Calon Aparatur Sipil Negara (CASN), termasuk CPNS dan PPPK.
"Mungkin kalau dulu PNS itu isinya 'PDAM', ponakan dan anak menantu. Ponakannya Sekda (misalnya), ini semua, sekarang sudah nggak bisa (masuk lewat CPNS) makanya yang menumpuk di honorer," kata Anas, dalam sambutannya pada Peluncuran Hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) 2023 di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, Jumat (25/1/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan, Anas mengaku sempat kaget melihat jumlah tenaga honorer yang tembus 2,6 juta. Padahal, dulu di tahun 2014 tercatat bahwa tenaga honorer jumlahnya hanya ada di kisaran 200 ribu. Kemudian menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK sudah jelas bahwa adanya larangan pengangkatan pegawai Non ASN (honorer) untuk mengisi jabatan ASN.
"Kita ini sampai pecah kepala urus honorer. Karena hampir setiap Pilkada, muncul honorer baru," ujarnya.
"2018 honorer kita tinggal 200 ribu. Dan PP-nya tidak boleh ada rekrutmen baru, itu terakhir. Begitu kita masuk, kami data, ternyata bukan terakhir. Mestinya kan tinggal 200 ribu begitu kami data 2,3 juta. Sakit kepala kita sekarang," tambahnya.
Oleh karena itu, pihaknya terus melakukan langkah pengetatan atas seleksi CASN, serta berupaya untuk secepatnya menyelesaikan penataan tenaga honorer. Hal ini selaras dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN (UU ASN) yang mengamanatkan bahwa permasalahan tenaga honorer harus dirampungkan paling lambat pada Desember 2024. Aturan tersebut juga melarang tegas rekrutmen honorer.
"Kita susun PP, kita lakukan akselerasi supaya, ini kan mau Pilkada baru kan, ini jangan sampai ada honorer baru setelah Pilkada tutup. Oleh karena itu sekarang kita ambil keputusan, melarang sama sekali kepala daerah mengangkat honorer," ujar dia.
(shc/kil)