Dilansir dari CNBC International, Rabu (31/1/2024) penjualan bersih naik 8% menjadi US$ 9,4 miliar atau setara Rp 148 triliun. Penjualan global di toko yang sama meningkat 5%.
Di Amerika Utara, penjualan di toko yang sama juga meningkat 5%. Sebagian besar penjualan tersebut didorong oleh pelanggan yang menghabiskan lebih banyak uang untuk membeli minuman dan makanan.
Baca juga: Tanggapan Starbucks soal Konflik di Gaza |
Meski begitu, laba dan pendapatan Starbucks itu tidak melampaui target Wall Street. CEO Starbucks Laxman Narasimhan mengakui perusahaan tersebut memang menghadapi hambatan, termasuk gerakan aksi boikot di AS dan banyaknya diskon yang diterapkan di China.
Dia juga menyebut penjualan di AS mengalami penurunan penjualan mulai November tahun lalu. Penjualan yang menurun ini sebagian besar berasal dari pelanggan yang hanya berkunjung sesekali.
Dia menjelaskan hal ini berimbas dari kesalahpahaman mengenai sikap perusahaan dalam perang Israel-Hamas. Kontroversi ini dimulai ketika Starbucks Workers United, yang mewakili ratusan kafe yang tergabung dalam serikat pekerja, mengunggah postingan untuk mendukung warga Palestina, yang kemudian menimbulkan reaksi balik dari kelompok konservatif.
Narasimhan juga menulis surat kepada para pekerja pada bulan Desember, menilai informasi tersebut salah dan berusaha melepaskan Starbucks dari kontroversi tersebut.
Starbucks berupaya menarik kembali pelanggan lain dengan menargetkan mereka melalui promosi melalui program loyalitas dan minuman baru untuk Hari Valentine.
Di sisi lain, para eksekutif Starbucks mengatakan tantangan yang dihadapi pada kuartal ini bersifat sementara. Namun, cukup merugikan sehingga perusahaan merevisi prospek penjualan setahun penuh. Chief Financial Officer Rachel Ruggeri juga mengatakan penjualan bulan Januari lebih lemah dari perkiraan.
Untuk tahun fiskal 2024, perusahaan kini mengantisipasi pertumbuhan pendapatan sebesar 7% hingga 10%, turun dari perkiraan sebelumnya sebesar 10% hingga 12%. Starbucks juga menurunkan prospek penjualan toko yang sama secara global menjadi kisaran 4% hingga 6%, dari kisaran sebelumnya sebesar 5% hingga 7%.
Perusahaan menegaskan kembali perkiraan pertumbuhan laba per saham setahun penuh sebesar 15% hingga 20%. (rrd/rir)