Pengusaha Minta Keringanan Pemberlakuan Aturan Impor

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Jumat, 23 Feb 2024 10:22 WIB
Ilustrasi impor - Foto: CHUTTERSNAP/Unsplash
Jakarta -

Kamar Dagang Indonesia (Kadin) memberikan respons atas rencana implementasi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Adapun salah satu yang disoroti dalam aturan ini ialah menyangkut larangan terbatas (lartas) impor.

Wakil Ketua Umum Bidang Perdagangan Juan Permata Adoe mengatakan, mendukung penuh upaya pemerintah untuk memperbaiki tata kelola impor dan peningkatan daya saing industri dalam negeri yang menjadi landasan terbitnya Permendag No.36/2023 ini. Pihaknya juga telah menerima berbagai masukan dari asosiasi sektoral terdampak.

Berdasarkan hal tersebut, pihaknya menyampaikan sejumlah pandangan. Pertama terkait kesiapan infrastruktur dan peraturan pendukung, KADIN mengimbau agar sistem elektronik dan seluruh peraturan pelaksana terkait Permendag 36/2023 sudah siap paling tidak 3-6 bulan sebelum pelaksanaan peraturan ini dijalankan. Dalam hal ini, sistem terkait baru akan beroperasi pada 10 Maret 2024 mendatang, demikian pula dengan sebagian peraturan pendukungnya.

"Dalam hal ini, kami mengimbau perlu adanya penambahan grace period selama 3 sampai 6 bulan setelah sistem elektronik terkait serta seluruh peraturan pelaksana tersedia dan disosialisasikan kepada seluruh stakeholder terkait untuk menjamin kestabilan rantai pasok dan memastikan keberlanjutan proses produksi dalam negeri," kata Juan, dalam keterangan tertulis, Jumat (23/2/2024).

Kadin juga menekankan agar peraturan terdahulu dapat tetap berlaku untuk pengiriman dengan Bill Lading (BL) sebelum tanggal 10 Maret, hal ini diperlukan untuk mengakomodir in transit shipment atau pengiriman yang sedang berada di perjalanan.

"Kebijakan terkait in transit shipment ini sangat penting untuk keberlanjutan proses produksi dan dapat berpengaruh pada pencapaian produktivitas industri," ujarnya.

Menurutnya, pelaku industri harus mengejar target produksi untuk pemenuhan kebutuhan, baik domestik maupun ekspor tanpa jeda. Saat ini, tantangan yang dihadapi oleh sektor industri prioritas sudah cukup tinggi yang dapat dilihat dari Kinerja Ekspor dimana pencapaian sekto industri pengolahan dan juga pertambangan, misalnya, mendapat tekanan negatif.

"Kendala dalam pemenuhan kebutuhan bisa berujung kehilangan peluang atau lebih jauh lagi kehilangan pangsa pasar dunia. Kemudahan berusaha dan ekosistem yang mendukung peningkatan daya saing sangat penting. Diharapkan tidak ada biaya tambahan seperti halnya demurrage yang akan menyebabkan pelaku usaha kehilangan daya saing," jelasnya.

Kemudian terkait beberapa pasal dalam pembatasan importasi bahan baku dan bahan penolong, Kadin menemukan adanya keterbatasan kapasitas industri hulu domestik. Menurutnya, pembatasan importasi bahan baku dan bahan penolong hendaknya dapat mempertimbangkan keterbatasan kapasitas industri hulu domestik.

Menurutnya diperlukan evaluasi berkelanjutan pada HS code yang terkena larangan terbatas, terutama bahan baku atau bahan penolong bagi industri yang berorientasi ekspor. Pihaknya khawatir pelarangan terbatas yang tidak tepat sasaran akan menimbulkan gangguan pada rantai pasok dan keberlangsungan produksi di sejumlah industri strategis nasional, misalnya otomotif, pertambangan termasuk smelter, elektronika juga makanan dan minuman yang berorientasi ekspor.

Diharapkan pemerintah dapat memperhatikan tantangan pelaku usaha untuk dapat melakukan impor beberapa komoditas bahan baku dan bahan penolongnya sehingga kegiatan produksi tidak terganggu dan tetap berjalan lancar.

"Kadin senantiasa akan menjadi mitra pemerintah untuk memastikan peningkatan kinerja ekspor yang tentunya juga harus didukung oleh ekosistem usaha yang kondusif," kata Juan.

Adapun beberapa komoditas yang perlu ditinjau ulang, ialah seperti: (a) garam industri untuk kebutuhan produksi ekspor industri kertas dan makanan minuman; (b) Besi baja dan turunannya sebagai bahan baku dan bahan penolong serta suku cadang mesin untuk yang diperlukan dalam proses manufaktur, terutama yang tidak diproduksi di Indonesia.

Kemudian (c) Ban kendaraan berat sebagai bahan penolong produksi terutama pengoperasian alat berat di industri tambang dan sejenis; (d) Monoethylene Glycole (MEG) untuk kebutuhan produksi polimerisasi industri Sintetik Filament; (e) Komoditas bahan baku plastik, termasuk 12 HS Code yang sudah disampaikan kepada pemerintah.

Lalu (f) Komoditas non-woven untuk bahan baku dan bahan penolong industri, seperti industri otomotif juga pertambangan dan smelter yang belum sepenuhnya dapat diproduksi dalam negeri; (g) Komoditas kabel serat optik untuk bahan baku dan bahan penolong industri hilir, yang belum sepenuhnya diproduksi dalam negeri.

"Terkait adanya importasi produk ilegal yang membanjiri pasar dalam negeri yang berdampak pada produk domestik seperti pakaian, sepatu, furnitur, dan produk jadi lainnya, Kadin sangat mengapresiasi upaya pemerintah dalam memperbaiki tata kelola impor dan penindakan tegas terhadap ilegal impor," pungkasnya.




(shc/kil)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork