Kala Tingginya Harga Beras Juga Terjadi di Lumbung Pangan RI, Kok Bisa?

Kala Tingginya Harga Beras Juga Terjadi di Lumbung Pangan RI, Kok Bisa?

Aulia Damayanti - detikFinance
Sabtu, 24 Feb 2024 12:30 WIB
Pimpinan Wilayah Perum Bulog Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar), Muhammad Imron Rosidi
Pimpinan Wilayah Perum Bulog Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar), Muhammad Imron Rosidi/Foto: Aulia Damayanti/detikcom
Makassar -

Harga beras masih terpantau mahal di pasaran. Kondisi ini disebabkan karena produksi dari petani dalam negeri masih rendah.

Hal itu juga terjadi di salah satu sentra produksi beras atau lumbung pangan Indonesia. Pimpinan Wilayah Perum Bulog Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar), Muhammad Imron Rosidi, mengatakan kondisi tingginya harga beras juga terjadi di Sulawesi Selatan.

Imron mengatakan harga gabah kering panen (GKP) di Sulsel sudah mencapai Rp 8.000 per kilogram (kg), bahkan hampir Rp 9.000/kg. Jadi, tidak heran jika harga beras di pasaran saja sudah mencapai Rp 16.000/kg.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Harga GKP di sini sudah Rp 8.000/kg dan mau masuk Rp 9.000/kg. Kalau itu diberaskan (gabah jadi beras) sudah hampir Rp 16.000/kg," kata dia ditemui di Kantor Wilayah Perum Bulog, Rappocini, Makassar, Sulawesi Selatan, dikutip Sabtu (24/2/2024).

Tingginya harga beras terjadi karena saat ini belum adanya panen raya, sehingga pasokan pun rendah. Saat permintaan banyak, tetapi pasokan terbatas, maka yang terjadi gejolak harga.

ADVERTISEMENT

Imron mengatakan, produksi beras di Januari-Februari 2024, memang mengalami defisit. Hal ini disebabkan oleh El Nino yang berkepanjangan dan belum merajanya hujan di seluruh wilayah.

Biasanya, jumlah produksi dari Sulawesi Selatan mencapai 3 juta ton setahun. Angka itu lebih rendah dari kebutuhan masyarakat lokal yang diketahui 2 juta ton. Artinya ada surplus kurang lebih 1 juta ton.

"Laporan dari teman-teman memang produksi menurun juga tidak seperti biasanya, efek El Nino, musim hujan, apa lagi kemarin kita melewati event-event penting sehingga permintaan meningkat," jelasnya.

Imron mengatakan, beras hasil panen yang akan datang akan digelontorkan untuk pasaran terlebih dahulu agar harga turun. Sementara Bulog akan menyerap jika harga gabah dan beras sudah ke harga yang diatur pemerintah.

Dalam aturan Badan Pangan Nasional, Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani Rp 5.000/kg, Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat penggilingan Rp 5.100/kg, Gabah Kering Giling (GKG) di penggilingan Rp 6.200/kg, Gabah Kering Giling (GKG) di gudang Perum Bulog Rp 6.300/kg.

"Memang akan ada sedikit penurunan produksi di akhir Maret dan awal April, karena tidak semuanya bareng panennya, atau paen yang berkesinambungan, hujan yang nggak merata. Tetapi ya mudah-mudahan panen agak lebih besar panennya," jelasnya.

Karena belum dapat menyerap beras dari dalam negeri, secara keseluruhan cadangan beras pemerintah (CBP) di gudang Bulog merupakan dari luar negeri atau impor. Total stok Bulog saat ini 1,4 juta ton.

Kemudian untuk stok Perum Bulog Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar) mencapai 70 ribu ton. Beras impor tersebut berasal dari Thailand dan Vietnam.

Untuk itu, Perum Bulog ditugaskan untuk melakukan intervensi harga melalui bantuan pangan dan penyaluran Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).

Bantuan pangan disalurkan kepada 22 juta keluarga penerima manfaat (KPM) yang setiap bulannya akan diberikan 10 kg beras. Sementara SPHP merupakan beras yang dijual di pasar dan ritel dengan harga sesuai harga eceran tertinggi (HET) Rp 10.900 per kg.

(ada/ara)

Hide Ads