Kubu Ganjar Kritik Program Makan Gratis Dibahas di Istana: Tak Masuk Akal!

Ignacio Geordi Oswaldo - detikFinance
Selasa, 27 Feb 2024 14:46 WIB
Foto: Politikus PDIP Chico Hakim (Anggi/detikcom)
Jakarta -

Program makan siang gratis yang digagas paslon nomor urut 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka mulai dibahas di rapat kabinet Presiden Joko Widodo (Jokowi). Bahkan program ini disebut-sebut sudah masuk dalam rancangan APBN 2025 mendatang.

Menanggapi perihal ini Juru Bicara Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Chico Hakim, mengatakan pembahasan program makan siang gratis Prabowo-Gibran dalam sidang paripurna merupakan hal yang tidak masuk akal. Sebab menurutnya hingga saat ini KPU masih melakukan perhitungan suara atau real count hasil Pilpres 2024.

"Menurut kami ini suatu hal yang berlebihan dan cukup tidak masuk akal, karena program makan siang gratis adalah program salah satu paslon yang belum ditetapkan sebagai pemenang di Pilpres 2024," kata Chico kepada detikcom, Selasa (27/2/2024).

Chico mengatakan, kalaupun nanti KPU sudah menetapkan siapa presiden dan wakil presiden pemenang, pemerintahan Jokowi masih berlanjut hingga pemindahan kekuasaan pada Oktober 2024 mendatang.

Karena itu ia berpendapat seharusnya program-program presiden dan wakil presiden terpilih baru dibahas usai dilantik, baik dalam sidang paripurna bersama anggota kebinetnya yang baru atau dalam rapat-rapat yang lain. Bukan dalam sidang paripurna pemerintahan saat ini.

"Kalaupun ada program-program dari Paslon pemenang Pilpres dan ditetapkan sebagai presiden dan wakil presiden 2024 seharusnya dibahas setelah dilantik," ungkapnya.

Chico merasa kondisi ini menunjukkan bagaimana Jokowi sudah tidak bersikap netral dalam Pilpres 2024 ini dan hanya memenangkan salah satu paslon. Hal ini dirasa tidak etis dan bertentangan dengan nilai-nilai demokrasi.

"Nah ini terlihat ada indikasi seperti Pak Jokowi ingin menunjukkan bahwa dia bukan hanya cawe-cawe dalam Pilpres, tetapi juga akan cawe-cawe dalam pemerintahan ke depan dan saya rasa ini suatu hal yang melanggar etika dalam sebuah demokrasi," pungkasnya.




(fdl/fdl)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork