Mengintip Pesona Pulau Bunyu, Surga Migas dan Batu Bara di Kalimantan

Mengintip Pesona Pulau Bunyu, Surga Migas dan Batu Bara di Kalimantan

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Jumat, 01 Mar 2024 11:57 WIB
Pulau Bunyu, Kalimantan
Foto: Shafira Cendra Arini/detik.com
Pulau Bunyu -

Langit biru cerah mendampingi kapal-kapal minyak yang bersandar tenang di dermaga Pulau Bunyu. Syara ombak saling bersautan, menyesuaikan irama hiruk pikuk warga pendatang yang turun dari kapal.

Pulau Bunyu merupakan surga yang memiliki kekayaan minyak dan gas (migas) melimpah. Tak hanya itu, kekayaan tambang batu bara menjadikan kawasan ini diduduki banyak pendatang. Kondisi ini menjadikan warga pulau ini mayoritas bekerja di tambang batu bara.

Setidaknya ada tiga perusahaan tambang batu bara yang beroperasi di Pulau Bunyu, antara lain PT Multi Usaha Tambang (MUT), PT Garda Tujuh Buana Tbk (GTBO), dan PT Lamindo Inter Multikon (LIM) milik taipan India Adani Grup. Sementara di sektor migas, ada PT Pertamina Hulu Energi (PHE).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pulau Bunyu, KalimantanPulau Bunyu, Kalimantan Foto: Shafira Cendra Arini/detik.com

"Warga di sini kebanyakan kerja di Pertamina sama tambang. Tambang ada banyak di sini, PT MUT, Lemindo, sama PT Garda. Tiga-tiganya batubara," kata Prajurit TNI AL Pulau Bunyu, Yaser, ditemui di Pulau Bunyu, Bulungan, Kalimantan Utara, ditulis Jumat (1/3/2024).

Yaser mengatakan, Pulau Bunyu terkenal akan kekayaan migasnya. Pasalnya, Bunyu punya banyak sumur migas. Minyak-minyak akan diangkut oleh kapal dari sumur ke Balikpapan untuk diolah, barulah kemudian di bawa kembali sesuai alokasinya untuk dikonsumsi warga Bunyu.

ADVERTISEMENT

"SPBU-nya ada satu. BBM dari luar, jadi yang di sini semua dibawa keluar, diolah di luar baru dibawa kesini lagi karena nggak ada kilang pengolahan disini. Banyaknya pengeboran, banyak sumur di sini," ujarnya.

Jantungnya Listrik Tarakan

Pekerja Pertamina Pulau Bunyu, Edo mengatakan, hasil pengeboran minyak diangkut setiap 1 bulan sekali ke Balikpapan dan Tarakan menggunakan kapal tangker. Produksinya pun cukup besar, dari satu anak Pertamina produksi minyak bisa mencapai 2.900 barel per hari (BOPD). Sedangkan gas mencapai 89 Juta Barel Minyak Ekuivalen (MMBOE).

"Gas ada yang dipakai sendiri di sini, sama PLN sini, sama ke rumah tangga, sama dikirim ke Tarakan. Pakai pipa gas bawah laut PLN Tarakan, jadi kalau gas di sini kurang, PLN Tarakan itu listrik mati. Mati lampu itu, jadi di sini jantungnya, gas Bunyu jantung Tarakan," jelas Edo.

Manfaat dari produksi gas yang melimpah ini pun dirasakan oleh sebagian besar masyarakat Pulau Bunyu, termasuk di antaranya Imelda. Rumahnya menjadi salah satu yang mendapat aliran melalui pipa jaringan gas (jargas).

Pulau Bunyu, KalimantanPulau Bunyu, Kalimantan Foto: Shafira Cendra Arini/detik.com

"Gas pakai pipa. Tinggal buka keran, tinggal pasang, ndak usah beli gas lagi," kata Imelda.

Imelda mengatakan, aliran gas pipa ini telah dirasakannya setidaknya sejak 5 tahun belakangan. Sistemnya mirip seperti aliran listrik, di mana masyarakat akan dikenakan tarif sesuai dengan pemakaian.

"Bayarnya tergantung meteran kita berapa per bulan seperti listrik, Kalau kami biasanya Rp 50 ribuan per bulan. Segitulah kalau ibu rumah tangga biasanya masak biasa. Nah kalau warung banyak dia (penggunaannya)," jelasnya.

Kepala Desa Bunyu Selatan Alios Lanta mengatakan, suplai minyak mentah diberikan ke Balikpapan, sementara gas ke masyarakat Tarakan. Pada mulanya, masyarakat mendapatkan aliran gas dari Tarakan, namun sekarang di balik. Gas dipergunakan masyarakat untuk memasak hingga listrik.

"Warga di sini ada yang dapat dan belum dapat, karena dia tak mampu membayar. Tapi kita usahakan bagaimana pun caranya supaya bisa dapat kembali. Kalau Tarakan, (masyarakat) yang di laut belum bisa dapat (gas), yang di daratan sudah bisa dapat. Gas menyalur ke Tarakan dari pipa melalui laut," terang Alios.

Sementara untuk minyak sendiri harus diangkut ke Balikpapan terlebih dahulu untuk diolah ke dalam bentuk bensin, barulah kembali ke Bunyu. Sehingga, kadang kala pasokannya justru lebih sulit di Bunyu ketimbang Balikpapan.

Meski banyak masyarakat yang bekerja di tambang, namun masih banyak pula yang berprofesi sebagai nelayan. Total nelayan di pulau tersebut bisa tembus hingga 500 orang. Namun demikian, Alios mengatakan, harga ikan di Bunyu terbilang cukup mahal.

"Mahal ikannya di sini karena itu diekspor. Ikan itu, Tuna, diekspor ke Malaysia, di sana mahal. Di sana langsung ada yang mau nerima. Mayoritas penduduk nelayan dan bekerja di tambang (batubara) dan minyak (Pertamina)," tuturnya.

Untuk memenuhi kebutuhan pangan khususnya beras, Pulau Bunyu masih mengandalkan suplai dari Surabaya. Oleh karena itu, harga beras di sana terbilang cukup mahal. Harganya bergerak di kisaran Rp 18-20 ribu.

Pulau Bunyu, KalimantanPulau Bunyu, Kalimantan Foto: Shafira Cendra Arini/detik.com

"Kadang-kadang macam minyak goreng dari Malaysia, yang dua liter atau yang satu liter, itu yang biasa. Lebih murah karena transportnya tadi, selisihnya paling Rp 2-3 ribu. Kalau dari Malaysia (harga minyak) sekitar Rp 15-16 ribu. Indonesia sekitar Rp 18 ribu. Kadang-kadang ada yang bawa ikan ke Malaysia, pulang bawa itu," ujarnya.

Di samping itu, ketersediaan air bersih menjadi salah satu kendala di Pulau Bunyu, khususnta di Bunyu Selatan yang merupakan daerah pegunungan. Kebanyakan masyarakat di sana terpaksa menggunakan air hujan atau membeli dari daerah bawah dengan harga Rp 70 ribu per tangki 2.200 liter. Selain itu, belum semua kawasan memiliki jalan yang mulus dan bagus.

"Harapannya untuk air, kami tinggal menunggu dari kabupaten karena sudah ada disumbangkan oleh Lamindo. Lamindo menyumbang sungai sekalian pompanya, pipanya yang belum. Pipanya yang dari pemerintah belum terbangun," pungkasnya.

(shc/rrd)

Hide Ads