Jakarta -
Fenomena cuaca ekstrem El Nino telah berdampak buruk pada produksi pertanian Indonesia, khususnya beras. Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) cuaca ekstrem itu menguat sejak Juni-Juli 2023.
Alhasil banyak lahan pertanian yang kekeringan dan tidak lagi ditanami padi. Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkap pada 2023 lalu saat El Nino terjadi, luasan panen padi tercatat 10,21 juta hektare (ha), turun 0,24 juta ha atau 2,2% dibandingkan 2022.
Penurunan luas lahan itu mengakibatkan turunnya produksi beras total pada 2023. Berdasarkan data Kerangka Sampel Area (KSA) BPS, total produksi beras selama 2023 sebesar 30,96 juta ton. Angka itu lebih rendah 580 ribu ton atau 1,84% dibandingkan 2022.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara angka konsumsi beras 2023 lebih besar, yakni naik 1,39% atau 420 ribu ton dibandingkan 2022. Pada 2022 konsumsi beras 30,2 juta ton, sementara pada 2023 sebanyak 30,62 juta ton.
Artinya jika produksi beras 30,96 juta ton dikurangi dengan konsumsi 30,62 juta ton, Indonesia hanya surplus beras 340 ribu ton, anjlok dari tahun sebelumnya 74,63% yang mengalami surplus 1 juta ton.
Penurunan produksi ini dan tidak ada kelebihan yang signifikan, pemerintah terpaksa melakukan langkah impor. Importasi yang dilakukan pada 2023 secara total mencapai 3 juta ton. BPS menyebut, impor beras meningkat 613,61% dibandingkan 2022.
Negara-negara yang menjadi pemasok beras impor ke Indonesia yaitu, Thailand, Vietnam, Pakistan, hingga Myanmar. Thailand dan Vietnam merupakan dua negara pemasok beras terbesar ke Indonesia.
Seperti diketahui, penurunan produksi berdampak pada harga beras yang semakin tinggi. Impor beras dilakukan untuk memenuhi cadangan beras pemerintah (CBP) yang digunakan untuk intervensi harga dan bantuan pangan ke masyarakat kelas bawah.
RI masih impor beras tahun ini. Cek halaman berikutnya.
Produksi Anjlok dan Impor Berlanjut di 2024
Kemudian, penurunan luasan panen berlanjut hingga awal 2024. Data BPS menyebut Januari-April tahun ini diperkirakan 3,52 juta ha, mengalami penurunan 0,69 juta ha atau 16,48% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Kepala Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi mengatakan dampak El Nino akan masih terasa pada 2024. Karena banyak lahan padi yang proses tanamnya mundur akibat cuaca panas ekstrem yang menyebabkan kekeringan.
Menurutnya dalam beberapa bulan terakhir pada 2023 lalu, dampak El Nino baru dirasakan dua hingga tiga bulan setelahnya. Penurunan produksi tersebut mengakibatkan terjadinya defisit bulanan neraca beras pada Januari dan Februari di 2024 ini.
Terhambatnya masa tanam pada 2023, menyebabkan produksi di Januari-Februari 2024 menurun. Berdasarkan KSA BPS, untuk Januari, produksi beras dalam negeri hanya 910 ribu ton dan Februari hanya 1,39 juta ton, padahal kebutuhan sebulan masyarakat Indoensia 2,5 juta ton.
"Minus tersebut pada Januari 2024 diperkirakan sebesar 1,61 juta ton dan pada Februari 2024 sebesar 1,22 juta ton. Total defisit beras 2,83 juta ton. Kondisi tersebut dapat menyebabkan eskalasi harga beras, sehingga perlu ada antisipasi," kata Arief, Rabu (6/3/2024).
BPS juga menyebut secara total potensi produksi Januari-April 2024 akan lebih rendah dari tahun lalu. Prediksi BPS produksi beras di 4 bulan pertama di tahun ini 10,71 juta ton, menurun dari tahun lalu sebanyak 12,98 juta ton. Persentase penurunannya cukup signifikan yakni 17,52% atau sebesar 2,28 juta ton.
Melihat masih ada kekurangan produksi dari dalam negeri, pemerintah mengantisipasi kekurangan itu dengan impor. Tahun 2024, kuota impor beras dari pemerintah sebanyak 3,6 juta ton. Kuota awal 2 juta ton dan ditambah 1,6 juta ton.
Meski begitu, dalam KSA BPS, produksi beras diprediksi akan meningkat pada Maret 2024 sebanyak 3,5 juta ton. Arief menyebut, seiring dengan semakin banyaknya produksi, harga beras akan terkoreksi atau mengalami penurunan.
"Sekarang ini kita masuk masa tenang melewati krisis pertama, produksi kita baik tentu kita tidak akan impor. Jadi kalau ada yang bilang impor buat harga (beras) jatuh, bukan, karena panennya banyak, itu tugas pemerintah menjaga. Tetapi sekarang lihat banyak impor NTP pertani 120," jelas Arief.