Namun, surplus di Februari 2024 hanya sebesar US$ 0,87 miliar atau sekitar US$ 870 jutaan. Surplus itu dihitung dari nilai ekspor di Februari 2024 sebesar US$ 19,31 miliar dan impor sebesar US$ 18,44 miliar.
Mengecilnya surplus neraca perdagangan RI tidak lepas dari turunnya nilai ekspor. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat ekspor neraca perdagangan RI di Februari 2024 turun 5,79% dibandingkan torehan di Januari 2024 sebesar US$ 20,52 miliar.
"Penurunan nilai ekspor Februari didorong oleh penurunan ekspor non migas terutama pada besi dan baja dengan andil penurunan 3,26%, lemak dan minyak hewan nabati dengan andil penurunan 2,60%, serta logam mulia dan perhiasan permata dengan andil penurunan 0,60%," terang Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers di Kantor Pusat BPS, Jumat (15/3/2024).
Sementara itu nilai impor yang mencapai US$ 18,44 miliar sebenarnya juga turun 0,29% secara bulanan. Penurunan nilai impor ini terjadi di sektor non migas yang turun 2,12% dari nilai bulan lalu menjadi US$ 15,46 miliar. Sementara impor migas mencapai US$ 2,98 miliar yang naik 10,42% secara bulanan.
Amalia menjelaskan penurunan nilai impor secara bulanan disebabkan oleh penurunan nilai impor non migas dengan andil penurunan sebesar 1,81%.
"Secara tahunan nilai impor Februari 2024 lebih tinggi dibandingkan dengan Februari 2023 atau tercatat naik 15,84%. Nilai impor migas naik 23,82%, sementara impor non migas naik 14,42%," tambahnya.
"Dengan demikian neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 46 bulan berturut-turut sejak Mei 2020, namun yang menjadi catatan adalah surplus Februari 2024 ini relatif lebih rendah dibandingkan bulan-bulan sebelumnya dan bulan yang sama pada tahun lalu," tambahnya. (aid/das)