Pemerintah kini telah memastikan besaran tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan naik jadi 12% paling lambat awal 2025 mendatang. Dengan adanya kenaikan ini, maka jenis barang dan jasa yang tidak dikecualikan dalam pengenaan PPN bisa jadi lebih mahal.
Perlu diketahui, kebijakan kenaikan PPN jadi 12% ini telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Di mana sebelumnya, dengan UU ini tarif PPN yang sebelumnya sebesar 10% sudah diubah menjadi 11% mulai 1 April 2022 lalu.
Dalam Pasal 7 Ayat 1 UU HPP itu, kenaikan tarif PPN ini akan terus berlanjut menjadi 12% paling lambat pada 1 Januari 2025 mendatang. Artinya tarif baru ini akan berlaku kurang dari satu tahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pemerintah sendiri memiliki kewenangan untuk mengubah tarif PPN menjadi paling rendah 5% dan maksimal 15% melalui penerbitan peraturan pemerintah (PP) setelah dilakukan pembahasan dengan DPR. Hal itu sebagaimana ketentuan Pasal 7 ayat 3 UU PPN.
"Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan/atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5% dan paling tinggi 15%," bunyi pasal tersebut.
Pengertian PPN
Berdasarkan situs Kementerian Keuangan, Senin (18/3/2024), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan pajak atas konsumsi barang dan jasa di dalam Daerah Pabean yang dikenakan secara bertingkat dalam setiap jalur produksi dan distribusi.
PPN sendiri merupakan jenis pajak tidak langsung karena pembayaran atau pemungutan pajaknya disetorkan oleh pihak lain yang bukan penanggung pajak. Dalam hal ini pihak lain yang dimaksud adalah bendahara pemerintah, KPPN, BUMN, kontraktor migas yang ditunjuk Menkeu.
Baca juga: Siap-siap! Tarif PPN Naik Jadi 12% di 2025 |
PPN ini dikenakan atas:
- penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di dalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
- impor Barang Kena Pajak;
- penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) di dalam Daerah Pabean oleh Pengusaha;
- pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
- pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
- ekspor Barang Kena Pajak Berwujud oleh
Pengusaha Kena Pajak;
- ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud oleh Pengusaha Kena Pajak; dan
- ekspor Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak
Cara Menghitung PPN 12%
Berdasarkan Pasal 8A UU HPP, PPN yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif PPN dengan dasar pengenaan pajak (meliputi harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain).
Dalam Pasal 8A UU HPP itu menjelaskan pajak masukan atas perolehan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak, impor barang kena pajak, serta pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dan/atau pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, yang dalam penghitungan pajak pertambahan nilai terutang menggunakan dasar pengenaan pajak berupa nilai lain dapat dikreditkan.
Aturan lain tentang rumus cara menghitung PPN masukan, juga dijelaskan dalam Pasal 9 hingga Pasal 9A. Agar lebih mudah dipahami, berikut contoh cara menghitung PPN 12%.
Misalkan, ada pengusaha kena pajak X menjual tunai barang kena pajak dengan harga Jual Rp 20.000.000. Maka pajak pertambahan nilai yang terutang = 12% x Rp 20.000.000 = Rp 2.400.000.
Artinya, pajak pertambahan nilai sebesar Rp 2.400.000 itu adalah pajak keluaran yang dipungut oleh pengusaha kena pajak X.
Contoh lain rumus cara menghitung PPN 12% adalah, jika ada seseorang mengimpor barang kena pajak yang dikenai tarif 12% dengan nilai impor Rp 30.000.000. Pajak pertambahan nilai yang dipungut lewat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bisa dihitung dengan cara = 12% x Rp 30.000.000 = Rp 3.600.000.
Demikian informasi tentang rumus cara menghitung PPN 12% dan contohnya yang berlaku paling lambat 1 Januari 2025 mendatang. Semoga membantu!
(fdl/fdl)