Boikot Produk Pro Israel Dinilai 'Berkah Terselubung' bagi Industri Lokal

Boikot Produk Pro Israel Dinilai 'Berkah Terselubung' bagi Industri Lokal

Erika Dyah - detikFinance
Jumat, 22 Mar 2024 10:40 WIB
Insert Boikot Produk Israel
Foto: Ilustrasi oleh Andhika Akbarayansyah
Jakarta -

Aksi boikot masih dilakukan terhadap produk pro Israel dari perusahaan multinasional asing di Asia Tenggara. Ahli berpendapat gelombang boikot ini menjadi 'berkah terselubung' bagi produk nasional.

Berdasarkan laporan Al Jazeera pada Rabu (20/3), konsumen di berbagai negara termasuk Indonesia aktif membincangkan brand asing yang dianggap berkontribusi pada serangan Israel di wilayah Gaza, Palestina yang telah menewaskan lebih dari 30.000 orang di Gaza sejak Oktober 2023.

Jaringan media TV berbasis Qatar ini mengungkapkan pengalaman seorang warga di Medan, Sumatera Utara yang mendiskusikan 'daftar boikot' produk asing yang dianggap pro Israel. Hal ini pun menjadi salah satu tema berulang di group WhatsApp keluarga.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini bukan boikot yang frontal, melainkan perasaan tidak senang yang mendalam terhadap Israel," dikutip dari Al Jazeera, Jumat (22/3/2024).

Diketahui, warga Medan tersebut memboikot brand makanan siap saji global dan sebuah brand air minum kemasan lokal yang induknya di Eropa karena aktif menyokong perekonomian Israel.

ADVERTISEMENT

"Jika saya bisa pergi ke Gaza untuk membantu melawan pasukan Israel, saya akan melakukannya," kata warga tersebut.

"Muslim dibunuh oleh Israel setiap hari. Karena saya tidak bisa pergi ke sana secara langsung, yang terbaik adalah menunjukkan dukungan saya dengan tidak menggunakan produk-produk yang berafiliasi dengan Israel," imbuhnya.

Berkah Terselubung bagi Produk Lokal

Pengajar Komunikasi Pemasaran di London School of Public Relations Safaruddin Husada mengungkapkan boikot atas produk besutan perusahaan multinasional asing sejatinya adalah 'berkah terselubung' bagi industri nasional.

Menurutnya, brand lokal kini punya keleluasaan mengkomunikasikan keunggulan produknya. Sekaligus menegaskan posisi brand sebagai produk nasional yang berkomitmen pada nilai-nilai kemanusian yang universal.

"Sebenarnya, ini momen yang pas bagi merek lokal untuk menunjukkan ke publik kalau mereka berdiri di sisi yang benar, tidak memiliki keterkaitan apapun yang sifatnya bisa melanggengkan penjajahan Israel atas Palestina," tutur Safaruddin.

Ia berpendapat kesadaran brand konsumen di Indonesia saat ini berkelindan dengan simpati konsumen atas derita Bangsa Palestina.

"Kuncinya brand yang berhasil mengkomunikasikan reputasinya sebagai perusahaan yang bersih dari tindakan tak berperikemanusiaan, seperti yang dengan kasat mata dipraktikkan Israel di Gaza hari-hari ini, yang bakal mendapat tempat khusus di hati konsumen," jelasnya.

Sementara itu, Dosen Ilmu Komunikasi di Universitas Pembangunan Jaya Algooth Putranto mengatakan brand lokal kini punya keleluasaan meraup keuntungan dari perubahan preferensi masyarakat atas merek multinasional asing.

Terlebih, sejumlah brand perusahaan multinasional yang diboikot tidak memberikan keterbukaan terkait hubungannya dengan induk di luar negeri dan rezim Zionis Israel. Hal ini menurutnya menjadi masalah bagi brand-brand tersebut.

"Berbagai pernyataan dan bahkan penyangkalan dari sejumlah brand asing sejauh ini nampaknya tak berbekas, karena konsumen juga sudah pintar, bisa mencari sendiri informasi yang tersedia secara ekstensif di Internet," ujar Algooth.

"Mereka harusnya berani berterus terang terkait relasi induk mereka dengan Israel. Kejujuran seperti itu yang ingin didengar konsumen," sambungnya.

Instruksi MUI

Gelombang boikot produk pro Israel diperkirakan membesar seiring munculnya instruksi (irsyadat) Majelis Ulama Indonesia agar konsumen Muslim berpantang dari apapun yang diproduksi dan dipasarkan oleh perusahaan lokal maupun internasional yang terafiliasi dengan Israel.

"MUI mendorong masyarakat menggunakan produk dalam negeri yang tidak terafiliasi dengan Israel dan pendukungnya," ujarnya.

Menurut MUI, instruksi boikot tersebut merupakan wujud sikap lembaga atas genosida di Gaza. Sekaligus untuk memperkuat fatwa MUI terkait penjajahan Israel atas Palestina.

Diketahui, pada November 2023 lalu MUI mengeluarkan Fatwa Nomor 83 Tahun 2023 tentang 'Hukum Dukungan terhadap Perjuangan Palestina'. Dalam fatwa itu, MUI merekomendasikan umat Islam 'semaksimal mungkin menghindari transaksi dan penggunaan produk yang terafiliasi dengan Israel serta yang mendukung penjajahan dan zionisme'.

Sejauh ini, MUI tak mengeluarkan 'daftar produk' pro Israel yang perlu diboikot. Namun lembaga mempersilakan masyarakat, termasuk kalangan peneliti dan akademisi, untuk menggali informasi secara independen untuk mengetahui mana dari produk yang beredar di tengah masyarakat yang memiliki keterkaitan dengan Israel.

(akd/ega)

Hide Ads