Bekerja sebagai 'manusia sampan' di Pelabuhan Sunda Kelapa ternyata tidak memberikan banyak hasil. Kondisi ini membuat mereka hidup sangat berdekatan dengan garis kemiskinan.
Bakar (78), selaku tukang ojek sampan di kawasan itu mengaku dalam seminggu hanya bisa 'menarik perahu' miliknya satu sampai dua kali. Itu pun kalau benar ada pelanggan, sebab terkadang dalam satu minggu ia tidak mendapat pelanggan sama sekali.
"Dalam seminggu yang paling satu dua kali narik doang tadi, itu juga kalau dapat. Kan nggak menentu, kadang nggak dapat sama sekali," kata Bakar saat ditemui detikcom, Selasa (23/4/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal untuk sekali narik, Bakar biasanya mengenakan tarif sebesar Rp 100.000. Tapi ada kalanya pelanggan meminta diskon, sehingga pendapatannya dalam sekali narik sampan kurang dari jumlah tersebut.
"Biasanya sih Rp 100.000, kita bawa keliling mereka sampai mercusuar sana. Tapi ya kadang ada juga kan yang minta diskon. Jadi kadang di bawah itu juga harganya. Paling kecil sekarang Rp 70.000 lah," jelas Bakar.
Kondisi serupa juga dirasakan oleh tukang ojek sampan lainnya bernama Lupi (61). Ia juga mengatakan dalam seminggu hanya bisa mendapat satu sampai dua pelanggan.
"Ya kan kita di sini gantian narik pelanggan. Kalau ada satu untuk saya, nanti kalau ada lagi ya untuk pak Bakar. Jadi sama aja kalau pelanggan mah," terang Lupi.
Ia juga mengenakan tarif sekali perjalanan yang sama dengan Bakar. 'Diskon' maksimal dalam sekali perjalanan yang bisa ia beri untuk pelanggan juga sama yakni Rp 30.000, jadi Rp 70.000 untuk sekali jalan.
"(Tarif) sama, tadi narik bule satu kali juga Rp 100.000. Foto-foto mereka tadi di atas kapal. Tapi tadi saya dapat tambahan sih dari mereka, dikasih Rp 110.000. Mungkin karena senang kali tadi saya bawa," jelasnya lagi.
Dengan begitu itu, jika dihitung-hitung baik Bakar maupun Lupi bisa menarik sampan paling banyak delapan kali dalam sebulan. Jika dihitung dengan tarif maksimal yang bisa mereka dapat, dalam sebulan penghasilan manusia sampan ini hanya Rp 800.000 per bulan.
Sementara Bakar dan Lupi, sering kali tidak mendapatkan penumpang dan uang sebanyak itu. Sehingga kondisi mereka kini bisa dibilang sangat dekat dengan lubang kemiskinan.
Sebab berdasarkan data terakhir BPS, per 2023 kemarin angka garis kemiskinan secara nasional sebesar Rp 550.458 per kapita per bulan. Sedangkan angka garis kemiskinan di DKI Jakarta sebesar Rp 792.515 per kapita per bulan.
Garis kemiskinan merupakan suatu nilai pengeluaran minimum kebutuhan makanan dan bukan makanan yang harus dipenuhi agar tidak dikategorikan miskin. Sehingga mereka yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan di bawah standar itu kan dikategorikan sebagai penduduk miskin.
Artinya mereka yang tidak memiliki pendapatan lebih besar dari angka tersebut dapat dikategorikan sebagai penduduk miskin. Sebab jika pendapatan mereka di bawah angka itu, artinya mereka tidak punya cukup uang untuk berbelanja kebutuhan hidup sesuai standar tadi.
Kondisi inilah yang kemudian dirasakan oleh para manusia sampan di Pelabuhan Sunda Kelapa saat ini. Karena penghasilan mereka paling tinggi dalam sebulan tidak sampai Rp 800.000 atau sangat dekat dengan garis kemiskinan.
(fdl/fdl)