Banjir yang melanda beberapa daerah sentra bawang merah di Pantura, Jawa, berimbas ke berbagai daerah di Indonesia. Namun kenaikan harga di Sumatera diketahui tidak setinggi di Pulau Jawa karena pasokannya masih mampu ditopang dari Kabupaten Solok.
Kabupaten Solok merupakan produsen bawang merah kedua terbesar secara nasional saat ini, bahkan mendapat julukan 'Brebes-nya Sumatera'. Berdasarkan data BPS 2023, Solok mampu menghasilkan 216.148 ton bawang dengan luas panen 13.898 ha yang berkontribusi sebesar 10,9% dari total produksi nasional.
Sejak dirintis pertama kali oleh Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman sekitar 2015 lalu, pertumbuhan produksi Solok terbilang cepat dan pesat. Dinas Pertanian setempat memperkirakan produksi bawang merah di Solok pada akhir April 2024 sebanyak 2.200 ton dan bulan Mei 2024 mencapai 8.840 ton.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kontribusi produksi terbesar berasal dari 3 kecamatan, yaitu Kecamatan Lembah Gumanti, Kecamatan Lembang Jaya, dan Kecamatan Danau Kembar.
Salah seorang PPL Kecamatan Lembah Gumanti, Yeni, mengatakan keunggulan sentra Solok dibanding daerah lain adalah panen bawang merahnya yang terjadi sepanjang tahun.
"Bawang merah di sini selalu ada karena dapat ditanam sepanjang tahun, tak kenal musim. Produktivitasnya mencapai 10 ton/ha kering dan 18 ton/ha konde basah," kata Yeni dalam keterangan tertulis, Minggu (28/4/2024).
Sayangnya, Yeni menyebut hingga kini Solok belum memiliki pelaku usaha berskala besar seperti di Kabupaten Brebes. Padahal Solok mampu memasok rata-rata mencapai 600 ton setiap harinya ke beberapa wilayah Sumatera seperti Medan Pekanbaru, Jambi, Bengkulu dan Aceh.
Haji Mangguang, petani sekaligus pedagang bawang merah menambahkan bawang merah di Solok bisa panen setiap hari karena penanaman juga dilakukan setiap hari. Adapun hasil panen bawang merahnya disimpan di para-para untuk dikeringkan dan kemudian dikirimkan langsung berbagai wilayah di Sumatera.
"Bawang merah dari Solok aromanya kuat dan warna menyala. Itu ciri khasnya Bawang Merah Solok yang dikenal dengan varietas SS Sakato. Bagi masyarakat Sumatera SS Sakato sudah jadi primadona. Orang lebih mengenalnya dengan 'Bawang Merah Padang'," terangnya.
"Selain itu ditanam juga jenis Bawang Merah Singkil yang memiliki keunggulan umur tanam cukup pendek yaitu 75 hari, sedikit berbeda dengan SS Sakato yang mencapai 90 hari," imbuh H. Mangguang.
Sementara itu, Ketua Kelompok Tani Pawuah Sepakek sekaligus Champion Bawang Merah Indra Wardi menuturkan harga bawang merah di Solok pada tingkat petani yakni Rp 35.000-Rp 40.000/kg konde basah sesuai dengan grade/ukuran umbi bawang merah.
Menurutnya, permintaan pasar mempengaruhi harga pasar. Contohnya, di Pekanbaru konsumen lebih memilih bawang merah berbentuk lonjong sedangkan di Solok dan Padang bawang merah berbentuk bulat jauh lebih diminati.
"Kepekaan dan kemampuan dalam analisa pasar sangat diperlukan champion dan pelaku usaha bawang merah dalam menyuplai kebutuhan bawang merah di Sumatera," tandasnya.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Asosiasi Bawang Merah Indonesia (ABMI) Solok sekaligus petani champion setempat, Amri Ismail, mengatakan kenaikan harga bawang merah yang melampaui Harga Acuan Penjualan (HAP) di angka Rp 41.500/kg mendorong pihaknya mendistribusikan bawang merah lintas Pulau dari Solok ke Jawa.
"Pengiriman bawang merah asal Solok ke Pasar Induk Kramat Jati kami lakukan untuk memperkuat pasokan dan stabilisasi di Jakarta. Biasanya kami kirim ke Aceh, Medan dan wilayah Sumatera lain, terakhir kami kirim sebanyak ke PIKJ sebanyak 18 ton pada 15 April lalu," pungkas Amri.
(anl/ega)