Gen Z Hati-hati Main Medsos! Bisa-bisa Ditolak Kerja Gegara Ini

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Sabtu, 18 Mei 2024 20:15 WIB
Foto: Ilustrator: Edi Wahyono
Jakarta -

Peran media sosial menjadi semakin penting di era serba digital ini. Hal-hal di media sosial bahkan jadi salah satu pertimbangan penting yang bisa mempengaruhi diterima atau ditolaknya calon karyawan saat melamar pekerjaan.

Chairman Asosiasi Praktisi dan Profesional SDM Future HR, Audi Lumbantoruan mengatakan, HRD biasanya akan mengecek aktivitas media sosial calon karyawan saat proses pelamaran. Hal ini biasanya dilakukan usai tes wawancara, sebagai bagian background check atau cek latar belakang.

"Background berpengaruh. Sejumlah pelamar ada yang diperiksa media sosialnya," kata Audi, kepada detikcom, Sabtu (18/5/2024).

Audi menjelaskan, hal ini menjadi salah satu pertimbangan perusahaan dalam menentukan tingkat kelulusan calon karyawan. Apabila ada hal-hal yang tidak sesuai atau kurang baik dari hasil pemeriksaan media sosial, bisa-bisa pelamar tersebut tidak lolos. Oleh karena itu, penting untuk menjaga aktivitas di media sosial.

"Iya (bisa ditolak). Jejak digital ini pengaruhnya kepada image dan branding perusahaan yang akan mempekerjakan calon atau karyawan tersebut," jelasnya.

Tidak hanya rekam jejak untuk pelamar, untuk yang masih bekerja pun aktivitas di media sosial menjadi penting. Ini berkaca dari sejumlah kasus pegawai yang melakukan hal-hal melanggar aturan atau norma yang terekam kamera hingga viral di media sosial. Tidak sedikit dari kejadian ini pun yang berujung pemecatan.

Praktisi HR sekaligus Ketua Umum Sumber Daya Manusia Indonesia (ISPI), Ivan Taufiza mengatakan jejak digital punya pengaruh besar terhadap citra perusahaan. Hal ini akan menyesuaikan dengan kebijakan di tiap-tiap perusahaan.

Menurutnya, ada sejumlah perusahaan yang punya kecenderungan memperketat aturannya. Pertama ialah perusahaan terbuka atau perusahaan public yang terdaftar di bursa, lalu kedua perusahaan yang produknya bersentuhan langsung ke masyarakat. Namun ia menekankan, biasanya tidak semua karyawan dicek media sosialnya.

"Dua tipe atau yang mirip dengan ini (kedua jenis perusahaan), itu 60-80% memang kandidat atau pelamar secara random dia cek media sosialnya," kata Ivan, dihubungi terpisah.

Ivan menambahkan, hal ini juga bergantung terhadap posisi yang dilamar kandidat. Ada sejumlah posisi yang menurutnya cenderung diperiksa, seperti PR Specialist, Corporate Communication, Communication Specialist, dan posisi lainnya yang biasanya banyak bersinggungan dengan pihak eksternal.

Di sisi lain, menurutnya dalam rekrutmen sendiri pertimbangan nomor satunya tetap kembali kepada kinerja dan kompetensi dari pelamar. Di beberapa kondisi, rekam jejak digital hanya menjadi elemen pendukung atau sampingan yang pada akhirnya dikonfirmasi kembali kepada pelamar terkait.

"Ditolak (kerja) saya ragu ya. Jejak digital biasanya sangat tergantung dengan, pertama jenis perusahaan, profesi lama. Misalnya untuk lamaran jabatan Admin Support, saya ragu akan ditolak (kalau ada jejak digital buruk)," ujar dia.

"Tapi kalau jabatan dia Government Affair dan yang berhubungan dengan banyak pihak, iya akan dicek. Variabelnya tergantung company, jabatan levelnya. Realita lapangan paling ditanya, 'kamu betul ini? Waktu itu kejadiannya seperti apa? Oh ternyata nggak seperti yang terlihat'. Ini juga dengan catatan tergantung jabatan," sambungnya.

Ivan mengatakan, dalam 5-10 tahun ke depan pasar tenaga kerja akan didominasi oleh Gen Z. Oleh karena itu ia mengimbau agar sejak dini mulai mengontrol dan berhati-hati menyangkut media sosial. Jangan sampai jejak digital ini yang akan menjadi batu sandungan di kemudian hari.




(shc/fdl)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork