Dipecat Gegara Konten Medsos Bikin Masuk Daftar Hitam? Ini Kata HR

Dipecat Gegara Konten Medsos Bikin Masuk Daftar Hitam? Ini Kata HR

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Sabtu, 18 Mei 2024 19:20 WIB
Ilustrasi selesai kerja
Foto: Getty Images/iStockphoto/cyano66
Jakarta -

Tak menjaga aktivitas di media sosial bisa-bisa mendatangkan dampak buruk dalam keberlangsungan karier dan pekerjaan. Bahkan tak sedikit dari kasus pegawai viral di media sosial yang berujung pada langkah pemecatan, seperti kasus SPG Dealer Honda karena membuat konten menertawakan ibu-ibu di bioskop.

Lalu, apakah karyawan yang dipecat tersebut akan masuk ke dalam daftar hitam dan sulit mendapat pekerjaan?

Praktisi HR sekaligus Ketua Umum Sumber Daya Manusia Indonesia (ISPI), Ivan Taufiza menilai, karyawan tersebut tidak akan masuk ke dalam daftar hitam atau blacklist. Hal ini selama latar belakang kinerja karyawan tersebut baik.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau berlian itu mau di selokan atau piring, akan tetap berkilau. Selama kinerja pegawai bersangkutan positif, dia tetap gampang cari kerja. Semua juga tahu nggak ada yang dewa, pasti ada salahnya, semua tergantung kinerja dan kontribusi karyawan yang saya jamin dia nggak bakal di-blacklist," kata Ivan, kepada detikcom, Sabtu (18/5/2024).

Ivan sendiri menilai, pertimbangan nomor satu dalam merekrut karyawan ialah tetap kembali kepada kinerja dan kompetensi dari pelamar. Menurutnya, tekanan kondisi viral yang membuat karyawan terkait dipecat pun akan berangsur mereda seiring Waktu.

ADVERTISEMENT

"Pertama, spent of memory bangsa kita tipis, cepat lupa. Lalu kedua yang dilihat pun sama, kan tetap kinerjanya, performa," ujarnya.

Selain itu di beberapa kondisi, rekam jejak digital hanya menjadi elemen pendukung atau sampingan yang pada akhirnya dikonfirmasi kembali kepada pelamar terkait. Dengan demikian, belum tentu juga rekam jejak ini akhirnya membuat karyawan tersebut mendapat banyak penolakan saat melamar kerja.

"Ditolak (kerja) saya ragu ya. Jejak digital biasanya sangat tergantung dengan, pertama jenis perusahaan, profesi lama. Misalnya untuk lamaran jabatan Admin Support, saya ragu akan ditolak (kalau ada jejak digital buruk)," kata dia.

"Tapi kalau jabatan dia Government Affair dan yang berhubungan dengan banyak pihak, iya akan dicek. Variabelnya tergantung company, jabatan levelnya. Realita lapangan paling ditanya, 'kamu betul ini? Waktu itu kejadiannya seperti apa? Oh ternyata nggak seperti yang terlihat'. Ini juga dengan catatan tergantung jabatan," sambungnya.

Menurutnya, rekam jejak digital memang menjadi salah satu pertimbangan HR dalam rekrutmen pegawai. Namun hal ini Kembali lagi pada posisi yang dilamar kandidat dan kebijakan perusahaan sendiri. Ada sejumlah posisi yang menurutnya cenderung diperiksa, seperti PR Specialist, Corporate Communication, Communication Specialist, dan posisi lainnya yang biasanya banyak bersinggungan dengan pihak eksternal.

Senada, Chairman Asosiasi Praktisi dan Profesional SDM Future HR, Audi Lumbantoruan menilai, karyawan tersbeut masih punya kesempatan untuk mencari pekerjaan berikutnya. Namun ada satu catatan penting, di mana Ketika karyawan telah mengakui kesalahannya dan meminta maaf kepada ang bersangkutan.

"Paling nggak stop di sini viralnya, dia tidak menjatuhkan org lain, merugikan orang lain. Lalu kalau peran dia merugikan, harus minta maaf mengakui. Kalau itu sudah terjadi sih saya rasa perusahaan apapun bisa. Asal dia janji dan fokus, bisa diterima kemampuan kerja karena itu utamanya. Masih ada kesempatan dapat kerja," kata Audi dihubungi terpisah.

"Tapi kalau sudah sampai keputusan final dipecat, artinya fatal dari pertimbangan perusahaan. Saya juga nggak tahu peristiwa itu bagaimana dua pihak. Bisa jadi ada catatan, paling mudah tak akan memberi surat rekomendasi. Kalau blacklist masih yes or no," sambungnya

Di sisi lain, menurutnya di dunia HR tetap kejadian tersebut akan menjadi satu catatan yang termasuk ke tes behavior determine future behavior. Dalam hal ini, perilaku masa lalu bisa menentukan perlakuan masa depan, meski kecil kemungkinannya.

"Walau persentasenya bisa kecil, tapi saya sebagai praktisi saya punya catatan itu karena dari pengalaman-pengalaman. Orang yang pernah mencuri biasanya akan bisa mengulangi kalau ada peluang kesempatan," ujarnya.

(shc/fdl)

Hide Ads