Sebanyak puluhan orang terluka dan satu penumpang dipastikan meninggal dunia karena insiden turbulensi parah yang dialami Singapore Airlines pada Selasa (21/5). Lantas, berapa biaya kompensasi yang harus dibayar maskapai tersebut kepada para korban?
Dilansir dari Reuters, Rabu (22/5/2024), para korban kemungkinan besar bisa mendapatkan kompensasi dari Singapore Airlines. Namun, jumlah yang diterima masing-masing korban bisa berbeda berdasarkan perjanjian internasional.
Sebab, berdasarkan Konvensi Montreal, Singapore Airlines dipastikan wajib bertanggung jawab atas insiden tersebut. Menurut sejumlah ahli hukum penerbangan Amerika Serikat (AS), maskapai wajib membayar kompensasi sampai sekitar US$ 175 ribu atau Rp 2,7 miliar (kurs Rp 15.999). Keputusan ini pun tidak dapat digugat oleh perusahaan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, jika korban menyasar biaya ganti rugi lebih besar, pengacara asal AS yang biasa membela penumpang pesawat, Mike Danko, mengatakan maskapai dapat berupaya membatasi tanggung jawab dengan membuktikan bahwa perusahaan sudah melakukan semua tindakan yang diperlukan untuk menghindari turbulensi. Tapi, Mike menilai sangat jarang maskapai yang bisa memenangkan gugatan dengan argumen ini.
Opsi lainnya, Mike menilai maskapai dapat membatasi tanggung jawab dengan berupaya membuktikan adanya unsur kelalaian penumpang dalam insiden tersebut. Contohnya, seperti mengabaikan peringatan untuk mengenakan sabuk pengaman. Meskipun demikian, Mike mengatakan besaran kompensasi acap kali bergantung pada negara tempat gugatan tersebut diajukan.
"Yang pertama dan terpenting adalah bagaimana yurisdiksi (negara) tempat gugatan diajukan dan bagaimana mereka menilai klaim cidera," kata pengacara asal New York, Daniel Rose.
Daniel mencontohkan di AS, juri pernah menjatuhkan kewajiban kompensasi hingga US$ 1 juta atau Rp 15,9 miliar kepada perusahaan karena trauma emosional yang dialami penumpang akibat turbulensi. Namun, di berbagai negara lain, jumlah kompensasi yang dijatuhkan pengadilan lebih sedikit.
Konvensi Montreal sendiri menetapkan berbagai aturan untuk menentukan ke mana suatu gugatan kompensasi dapat diajukan. Salah satunya bergantung pada tujuan, tempat pembelian tiket, dan asal penumpang.
Pesawat Singapore Airline yang mengalami insiden kemarin pun membawa penumpang dari berbagai belahan dunia. Sejumlah pengacara menilai bahwa penumpang asal Inggris yang membeli tiket perjalanan pulang-pergi menilai gugatan dapat diajukan di pengadilan Inggris.
Namun, penumpang lain mungkin ada yang sedang mengambil penerbangan lanjutan ke Indonesia, gugatan kompensasi pun harus diajukan di negara tersebut. Oleh sebab itu, nilai kompensasi bisa jauh berbeda untuk insiden yang sama.
Salah satu contoh dari hal ini terjadi dalam insiden jatuhnya pesawat Asiana di San Fransisco, AS. Kompensasi setiap penumpang berbeda karena banyak yang sedang melakukan perjalanan dan berasal dari berbagai kota di wilayah Asia Timur.
"Penumpangnya berasal dari mana-mana. Jadi orang-orang yang mungkin mengalami cedera serupa, ada yang bisa membawa kasusnya ke San Francisco, tapi ada pula yang tidak mampu," beber seorang pengacara asal Florida, Curtis Miner.
Berdasarkan catatan detikcom, tragedi turbulensi parah dialami maskapai Singapore Airlines berjenis Boeing 773-300ER di Thailang pada Selasa (21/5/2024). Gara-gara insiden tersebut, sebanyak puluhan penumpang mengalami luka-luka dan satu orang meninggal dunia.
Simak juga Video: Pernyataan Belasungkawa CEO Singapore Airlines Atas Insiden Turbulensi