Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan kabar baik dalam perkembangan ekonomi global saat ini. Diproyeksikan ekonomi dunia membaik dibandingkan Desember 2023.
Hal ini disampaikannya berkaca dari Freightos Baltic Index (fbx) atau indeks pengukuran tarif angkutan peti kemas global secara harian yang mengalami kenaikan hingga 112%.
"Dari sisi good news-nya, maka Baltic Index yang menggambarkan volume traffic freightos yaitu angkutan barang-barang antar negara mengalami kenaikan 112% dibandingkan Desember 2023," kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin (27/5/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini berarti ada harapan bahwa kondisi global mungkin lebih baik dibandingkan kondisi saat Desember 2023 di mana waktu itu sesuai prediksi IMF, World Bank, OECD, bahwa 2024 diprediksikan ekonomi dunia melemah," imbuhnya.
Baca juga: Sri Mulyani: APBN Surplus Rp 75,7 Triliun |
Namun demikian, Sri Mulyani mengingatkan bahwa geopolitik dunia dalam kondisi yang penuh tantangan. Hal ini tidak bisa dipisahkan dengan perkembangan ekonomi dan indikator ekonomi, baik di level global, regional, maupun nasional.
Pertama, dunia masih diguncang dengan konflik Israel-Palestina. Dalam hal ini, tensinya mengalami peningkatan bahkan eskalasi terjadi ditandai masuknya Israel di Rafah. Kondisi ini menimbulkan dinamika luar biasa untuk kedua negara maupun negara-negara lainnya yang mencoba menengahi perang.
"Kita juga lihat hubungan Amerika Serikat dan Republik Rakyat Tiongkok (China). Presiden Xi Jinping bertemu Menteri Luar Negeri AS karena dalam hal ini AS ingin mendapat dukungan untuk support ke Rusia untuk perang Ukraina bisa diperlunak," ujarnya.
Sri Mulyani menambahkan, salah satu yang menjadi berita penting dari sisi global yakni pertemuan G7, di mana menteri keuangan dan bank sentral memutuskan tidak hanya membekukan aset Rusia, tetapi juga menggunakan aset untuk utang yang akan dipakai sebagai dana pembangunan Ukraina.
Di sisi lain, world economic order mengalami fragmentasi, khususnya di hukum-hukum global. Menurutnya, kondisi ini akan mendatangkan dampak yang sangat besar dalam perekonomian global.
"Dari mulai rantai pasok global akan makin rentan seperti penerapan tarif AS hampir empat kali lipat untuk barang-barang RRT untuk berbagai produk electric vehicle, dan kemudian akan mempengaruhi ketidakpastian dengan harga komoditas cenderung meningkat," ujarnya.
Sri Mulyani mengatakan, hal ini akan membuat inflasi akan sangat sulit diturunkan. Tak hanya itu, likuiditas global akan cenderung masih ketat hingga mempengaruhi nilai tukar dari seluruh negara, termasuk negara maju, berkembang, dan rupiah kita.
"Capital outflow terjadi higher for longer dan likuiditas yang cenderung ketat," pungkasnya.
(shc/ara)