Lebih lanjut, ia menceritakan kronologi atas temuan ini secara garis besar. PSDKP KKP Zona 3 menerima laporan dari warga tentang adanya aktivitas kapal asing. Kemudian berdasarkan informasi tersebut, ditilindaklanjuti oleh Dirjen PSDKP untuk menerjunkan operasi kapal pengawas kelautan dan perikanan.
Selanjutnya, dari awal yang ditemukan kapal Indonesia dulu yang tengah melakukan alih muatan ABK dan perbekalan, serta BBM untuk mendukung kapal ini. Berdasarkan penangkapan terhadap kapal Indonesia tersebut, kemudian dikembangkan dan ditemukan informasi tentang kapal ini.
"Selanjutnya juga ditindaklanjuti lagi dengan operasi kapal pengawas lagi dan ditemukan kapal ini sehingga ditangkap. Kemudian saat ini menjalani proses penyidikan di pangkalan PSDKP. Proses penyidikannya ini sudah berjalan," jelasnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penangkapan Run Zeng 03 dilakukan oleh kapal pengawas Paus 01. Kapal ini berukuran dua kali lebih kecil dibandingkan dengan Run Zeng. Pihak PSDKP mendapatkan info titik lokasi kapal dari intelijen, barulah Paus 01 datang menangkap. Kapal tersebut kini berada di Pangkalan PSDKP dan seluruh awak kapalnya masih berada di bawah pengawasan hingga proses penyidikan selesai.
Sebagai tambahan informasi, sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menyebut adanya indikasi perbudakan dari proses penyidikan Run Zeng. Hal ini ia dapatkan berdasarkan hasil wawancaranya dengan anak buah kapal (ABK) berkewarganegaraan Indonesia (WNI).
"Saya kira ini juga ada perbudakannya juga. Karena pada waktu pengejaran yang pertama tidak berhasil kita tangkap, itu 6 orang (ABK), 5 bisa diselamatkan. Yang satu meninggal, mereka loncat. Artinya di dalam kapal ada perbudakan, gitu kira-kira. Tapi nanti kita akan selidiki," kata Trenggono di Tual.
Trenggono menjelaskan, di antara ABK kapal Run Zeng ini, 11 orang merupakan WNI. Kebanyakan di antara mereka berasal dari Pekalongan, Jawa Tengah, dan Lampung, kemudian disalurkan melalui agensi. Adapun para ABK ini mengaku diiming-imingi gaji fantastis.
"Jadi mereka bekerja dijanjikan gaji Rp 10-15 juta setiap bulan. Nah itu tertarik, tapi yang disini tadi saya sempat wawancara sedikit, mereka belum dibayar," ujarnya.
(shc/ara)