Sebagian wilayah India saat ini dilanda cuaca panas ekstrem. Sebagai contoh dalam sebulan terakhir suhu di New Delhi, ibu kota India, tembus 52,9 derajat Celsius.
Aman, seorang kurir logistik yang bekerja di New Delhi harus berjuang mencari nafkah di bawah sengatan panas ekstrem. Setiap hari dia bekerja sambil menjinjing botol air untuk disiramkan ke tubuhnya.
"Saat saya mengendarai kendaraan, udara panas yang bertiup ke tubuh saya membuat saya merasa seperti sedang duduk di dekat tungku," kata Aman, dikutip dari Al Jazeera, Senin (17/6/2024).
Bulan lalu dia mengaku sempat pingsan karena kepanasan saat mengirim paket ke daerah terpencil di Delhi. Untungnya seorang penjaga toko datang membantu serta menuangkan air dingin ke kepalanya.
"Sejak kejadian itu, saya selalu membawa botol air kecil dan memercikkan air ke kepala dan wajah saya beberapa kali agar tetap sadar," tuturnya.
Menurut laporan terbaru dari Komisi Ekonomi dan Sosial PBB untuk Asia dan Pasifik (UNESCAP), peningkatan suhu di India akan mengurangi jam kerja harian sebesar 5,8 persen pada tahun 2030. Dengan 90 persen warga India yang bekerja di sektor informal, terpangkasnya jam kerja membawa tantangan yang signifikan.
Selain mempengaruhi mental, cuaca ekstrem juga berdampak pada ekonomi keluarga Aman. Pasalnya kemampuan Aman untuk mengirim paket menjadi semakin sedikit,
Di musim dingin ia bisa menghasilkan 750 rupee India atau US$ 9, atau sekitar Rp 147 ribu (kurs Rp 16.400). Sekarang penghasilannya turun menjadi hanya 500 rupee atau US$ 6.
Nasib serupa dialami oleh Sharukh, kurir makanan yang harus bekerja di bawah cuaca ekstrem. Selain terik matahari, tantangan datang dari pihak restoran yang terkadang tidak mengizinkannya menunggu di depan gerai di tengah cuaca panas. Ia mengaku lebih memilih pesanan dari restoran kecil dibanding restoran mewah karena alasan ini.
"Mereka (restoran kecil) masih punya kemanusiaan untuk menawarkan kami air dan tempat untuk beristirahat sambil menyiapkan pesanan," tutupnya.
(ily/hns)