Asosiasi Fintech Buka Suara soal Uang Pinjol Banyak Dipakai buat Judi Online

Asosiasi Fintech Buka Suara soal Uang Pinjol Banyak Dipakai buat Judi Online

Retno Ayuningrum - detikFinance
Kamis, 20 Jun 2024 08:00 WIB
Infografis fakta-fakta judi online di Indonesia
Ilustrasi/Foto: Infografis/Fuad Hasim

Cara Fintech Cegah Uang Pinjol buat Judol

Meski begitu, Ben menyampaikan pihaknya mempunyai cara agar dana pinjol tersebut tidak disalahgunakan, termasuk buat judol. Salah satu caranya, yakni dengan tidak memberikan pendanaan secara tunai. Selain itu, juga bekerja sama dengan platform P2P lending lainnya agar hal tersebut dapat dicegah.

"Kalau dari kita di level mikro, kita lebih banyak tidak memberikan cash. Kita berikan mereka suplai," ujarnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun demikian, dia bilang cara tersebut tidak dapat sepenuhnya mengatasi penyalahgunaan dana pinjol. Pasalnya, dia tidak bisa menjamin dana tersebut dapat digunakan dengan tepat guna atau justru digunakan untuk judi online.

Dia berharap caranya ini dapat mengurangi godaan masyarakat untuk bermain judol."Apakah mereka bisa jual supply-nya dan judi online dari cash-nya? Ya bisa juga, tapi kita sih dengan membuat model seperti itu memberikan mereka barang daripada cash, hopefully juga me-reduce temptation mereka ya untuk masuk ke judi online," terangnya.

ADVERTISEMENT

Sementara itu, Director of Marcom & Community Development Asosiasi Financial Technology Indonesia (AFTECH) Abynprima Rizki menyayangkan penyalahgunaan dana tersebut terjadi. Padahal, dana pinjaman online dapat membantu lebih produktif sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup. Untuk itu, pihaknya bersama dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus mengkampanyekan pinjaman tepat guna.

"Terkait itu, saya rasa seharusnya memungkinkan bagaimana dilakukan kampanye bersama dengan regulator. Ini penting ya kampanyekan pinjaman tepat guna. Pinjam buat judi online itu nggak tepat guna kan kita harus mengkampanyekan bersama ya pinjam tepat guna produktif kualitas hidup kita lebih baik," kata Aby.

Pihaknya yakin OJK telah melakukan cara untuk mengkampanyekan hal tersebut, misalnya dengan mengawasi market conduct atau perilaku pasar yang dilakukan platform fintech lending.

"Kalau sisi asosiasi harus ada kode etik, bagaimana market conduct dari asosiasi, dari regulator cukup kencang di situ ya. Saya yakin OJK sudah melakukan itu sih, termasuk teman-teman di fintech lending," jelasnya.

Sebelumnya, Koordinator Humas Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan (PPATK) Natsir Kongah mengatakan pelaku judi online umumnya juga berkaitan dengan perbuatan lain yang melawan hukum, seperti pinjol hingga penipuan. Hal ini disebabkan karena tidak memadainya modal pribadi untuk main judi online lewat penghasilan yang legal.

"Beberapa data yang masuk ke kami, mengindikasikan keterkaitan dengan perbuatan melawan hukum lainnya, misalnya pinjol, penipuan, dan lain-lain karena tidak memadainya penghasilan yang legal untuk berpartisipasi dalam judi online ini," katanya kepada detikcom.

Dia menambahkan, berdasarkan data transaksi yang berhasil dilacak, judi online dimainkan oleh anak-anak yang berstatus pelajar. Selain siswa SD dan SMP, para pengemis hingga pensiunan juga bermain judi online.

Berdasarkan data hingga kuartal I-2024, perputaran uang dalam judi online (judol) tembus hingga Rp 600 triliun. Koordinator Humas PPATK Natsir Kongah mengatakan, 80% pemain judi online memasang taruhan relatif kecil yakni sebesar Rp 100 ribu.

"Berdasarkan data PPATK, bahwa lebih dari 80% (hampir 3 juta anggota masyarakat) yang bermain judol adalah mereka yang ikut melakukan judol dengan nilai transaksi relatif kecil (Rp 100 ribu)," ujarnya.

Simak Video 'Ancaman Menkominfo ke Telegram soal Judol: Peringatan Ketiga Kita Tutup':

[Gambas:Video 20detik]




(ara/ara)

Hide Ads