Fujifilm Kebajiran Pesanan Kamera Digital

Fujifilm Kebajiran Pesanan Kamera Digital

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Jumat, 28 Jun 2024 08:55 WIB
Fujifilm luncurkan dua kamera mirroless dan lensa baru
Ilustrasi Fujifilm - Foto: Dok. Fujifilm
Jakarta -

Produk Fujifilm kembali naik daun. Dikutip dari Reuters Fujifilm kini sedang kebanjiran pesanan kamera digital x100 bertema retro seharga US$ 1.599 atau setara Rp 26,22 juta (kurs Rp 16.400).

Kamera ini laku keras di pasaran berkat para pengguna media sosial berusia 20 tahunan. Dia menyukai bentuk dan fungsi-fungsi canggih kamera tersebut. Kesuksesan besar ini berhasil mendongkrak laba bersih perusahaan, dari semula sempat kesulitan mendorong penjualan kamera hingga beralih ke bisnis kesehatan.

Model X100V kini begitu populer di pasaran. Divisi kamera menjadi kontributor terbesar untuk perolehan laba perusahaan. Mereka menyumbang 37% laba operasi untuk tahun fiskal 2023 dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya 27%.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Manager of Fujifilm's Professional Imaging Group, Yujiro Igarashi, mengatakan setelah terjual habis tahun lalu perusahaan meningkatkan produksi di China hingga meningkatkan volume debut produk VI pada bulan Maret. Namun ia menolak merinci tentang peningkatan produksi atau penjualan unit.

"Kami mendapati bahwa pesanan jauh melampaui perkiraan kami," kata Igarashi dikutip dari Reuters Jumat (28/6/2024).

ADVERTISEMENT

Sementara itu Kepala Eksekutif Fujifilm Teiichi Goto mengisyaratkan pada bulan lalu bahwa ia justru senang menjaga pasokan tetap ketat. Hal ini menunjuk kamera merek Leica Jerman sebagai model untuk mempertahankan nilai premium.

"Akan sangat disayangkan jika memproduksi terlalu banyak dan menurunkan harga," kata Goto pada presentasi pendapatan akhir tahun perusahaan, bulan Mei lalu.

Namun demikian, waiting list yang panjang dan harga yang mahal dapat mendorong pelanggan ke pesaing seperti Canon G7X dan seri GR Ricoh. Pekan ini Ricoh juga mengumumkan peluncuran kamera film pertamanya sejak 20 tahun terakhir yakni Pentax 17. Igarashi mengakui bahwa volume produksi merupakan tantangan baru, tetapi desain dan kompleksitas X100 membuatnya sulit diproduksi dalam skala besar.

"Kami berusaha sangat keras untuk meningkatkan jumlah orang, jumlah jalur produksi, dan sebagainya, tetapi itu tidak berjalan secepat yang Anda kira," kata Igarashi.

Didirikan 90 tahun yang lalu, Fujifilm bersaing dengan pemimpin industri film Kodak selama beberapa dekade, sebelum akhirnya menyalipnya dalam penjualan pada tahun 2001. Namun, kemenangan itu terbukti berumur pendek, karena industri film segera runtuh dan kamera digital menjadi fitur standar di ponsel.

Untuk bertahan hidup, Fujifilm memanfaatkan keahliannya dalam bahan kimia film untuk beralih ke perawatan kesehatan, sebuah strategi yang juga diadopsi oleh pesaing domestik Canon dan Olympus. Fujifilm tidak menyerah pada kameranya, tetapi memangkas 5.000 pekerjaan di divisi filmnya dan memindahkan sebagian besar produksi ke China pada tahun berikutnya.

Selama tahun-tahun COVID-19, Fujifilm menggandakan operasi pil antivirus dan vaksin, tetapi sekarang kamera membuatnya kembali naik daun. Perusahaan memproyeksikan pertumbuhan penjualan melambat dari 14,5% menjadi 2,2% pada tahun fiskal 2024. Sementara laba operasi di segmen tersebut diperkirakan turun 1,9%. Namun analis menilai bahwa proyeksi ini mungkin sudah tidak berlaku.

"Kami melihat risiko penurunan pada panduan untuk inovasi perawatan kesehatan dan bisnis, tetapi peningkatan besar untuk pencitraan," tulis analis Jefferies Masahiro Nakanomyo dalam laporan 6 Juni.

Produk X100 sendiri lahir pada tahun 2011 dalam upaya untuk menyelamatkan divisi kamera kelas profesional Fujifilm. Saat perjalanan dimulai kembali setelah pandemi, permintaan kamera melonjak, dan para influencer di Instagram, TikTok, dan situs media sosial lainnya menjadikan X100 sebagai simbol status.

Simak juga Video: Makin Bandel, Fujifilm X-T4 Dibanderol Rp 26,9 Juta

[Gambas:Video 20detik]




(shc/kil)

Hide Ads