Penjelasan Zulhas soal Produk Impor yang Bakal Kena Pajak hingga 200%

Aulia Damayanti - detikFinance
Sabtu, 06 Jul 2024 11:21 WIB
Foto: Dwi Agus/detikJogja
Jakarta -

Menteri Perdagangan (Mendag), Zulkifli Hasan, buka suara soal heboh produk impor yang akan dikenakan pajak hingga 200%. Ia menjelaskan saat ini memang pemerintah sedang berupaya mengendalikan impor.

Zulhas mengatakan hal itu telah dibahas dalam rapat terbatas yang dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) atas inisiasi Kementerian Perindustrian. Rapat itu dilakukan karena pabrik tekstil, elektronik hingga keramik banyak tumbang hingga berdampak kepada pekerja.

"Ada pabrik tekstil tutup 36, ada pabrik keramik 31 merumahkan pekerja. Jadi sebetulnya rapat itu diinisiasi oleh Kementerian Perindustrian kan pabrik keramik sudah mem-PHK orang, elektronik ada beberapa yang tutup gitu ya," kata pria yang akrab disapa Zulhas di Kementerian Perdagangan, dikutip Sabtu (6/7/2024).

Dalam rapat itu diputuskan bahwa pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap tujuh barang impor yakni TPT (tekstil dan produk tekstil), pakaian jadi, keramik, elektronik, beauty dan kosmetik, produk tekstil jadi serta alas kaki.

Ketujuh produk itu tengah dalam pemeriksaan apakah telah menggangu produk dalam negeri. Jika memang terbukti, maka akan dikenakan pajak tambahan berupa Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) atau Bea Masuk Anti Dumping (BMAD).

Namun, Zulhas menjelaskan bukan hanya produk dari China saja, hal ini berlaku pada produk impor dari negara manapun. Jika memang dalam tiga tahun terakhir impornya melonjak dan mengganggu pasar dalam negeri, tentu akan dikenakan pajak tambahan.

"BMTP akan yang bisa mengamankan produk-produk kita. (Barang impor) dari mana saja, dari Eropa, Australia, dari mana misalnya Tiongkok. Tidak satu negara, dan semua negara bisa mengenakan bea masuk tindakan pengamanan," jelasnya.

Saat ini impor sejumlah barang itu tengah diselidiki oleh Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) dan Komite Anti Dumping Indonesia (KADI). Penyelidikan bertujuan untuk mendapatkan data impor ketujuh barang itu dalam tiga tahun terakhir.

"Nanti dilihat tiga tahun terakhir, seperti apa melonjak nggak yang juga mematikan usaha kita, kita boleh mengenakan BMAD," terangnya.

Zulhas mengatakan saat ini pajak tambahan itu tengah dihitung seberapa besarannya. Selain itu untuk beberapa barang masih dalam proses penyelidikan untuk menentukan pula pengenaan dari BMAD hingga BMTP.

"Kita tunggu dulu, (besaran impornya) bisa 50%, bisa 100%, bisa sampai 200%, jadi tergantung dari hasil KPPI. 200% bisa, 100% bisa," terangnya.




(ada/eds)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork