Boeing mengaku bersalah atas dua kecelakaan fatal pesawat 737 Max yang terjadi pada 2018 dan 2019. Atas kesalahannya, mereka akan membayar denda hingga US$ 487 juta atau setara Rp 7,91 triliun (kurs Rp 16.250).
Perjanjian tersebut menghindari hukuman yang lebih serius. Denda tersebut lebih kecil dari US$ 24,8 miliar yang diminta oleh keluarga korban kecelakaan pesawat Lion Air 2018 dan Ethiopian Airlines 2019 yang menewaskan 346 orang.
"Keluarga korban dua kecelakaan 737 Max menentang kesepakatan tersebut," kata Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) atau DOJ dikutip dari CNN, Selasa (9/7/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perjanjian tersebut menetapkan Boeing harus beroperasi di bawah pengawasan pemantau independen, seseorang yang dipilih pemerintah untuk jangka waktu tiga tahun. Hanya saja keputusan besaran denda dinilai tidak memuaskan keluarga korban.
DOJ berpendapat bahwa hukuman ini adalah yang paling serius. Mereka meyebut bahwa Boeing akan melakukan perbaikan lainnya, termasuk pengawasan monitor dan tuntutan agar Boeing menghabiskan uang lebih banyak untuk keselamatan dan kepatuhan terhadap peraturan ketika membuat pesawat terbang.
"Boeing akan diminta melakukan investasi bersejarah untuk memperkuat dan mengintegrasikan program kepatuhan dan keselamatannya. Hukuman ini menunjukkan komitmen departemen untuk meminta pertanggungjawaban Boeing atas pelanggarannya," ucapnya.
Boeing mengeluarkan pernyataan singkat yang hanya mengatakan bahwa pihaknya "telah mencapai kesepakatan prinsip mengenai resolusi dengan Departemen Kehakiman, dengan tunduk pada... persetujuan persyaratan tertentu".
Investor Boeing tampak senang dengan ketentuan kesepakatan tersebut. Saham Boeing (BA), salah satu komponen rata-rata industri Dow Jones naik 3% pada perdagangan pagi.
(aid/das)