PR Besar Prabowo Benahi Masalah Kelas Menengah RI

PR Besar Prabowo Benahi Masalah Kelas Menengah RI

Shafira Cendra Arini - detikFinance
Kamis, 26 Sep 2024 21:04 WIB
Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono
Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono, keponakan Presiden terpilih Prabowo Subianto./Foto: Shafira Cendra Arini/detikcom
Banten -

Kelas menengah di Indonesia menjadi pekerjaan rumah (PR) besar bagi pemerintahan Presiden Terpilih Prabowo Subianto. Persoalan ini tengah mendapat sorotan lantaran banyak kelas menengah yang 'turun kasta'.

Wakil Menteri Keuangan II Thomas Djiwandono mengatakan, masalah ini akan menjadi PR besar pemerintahan mendatang. Meski demikian, sejak saat ini pemerintah terus mencermati fenomena ini.

"Ini memang menjadi suatu hal yang dicermati betul. Saya rasa ini memang menjadi PR pemerintahan Pak Prabowo. Utamanya bagaimana kita mencari solusi jangka panjang untuk kembali ke level pra pandemi tadi," kata Thomas, dalam acara Media Gathering di Anyer, Banten, ditulis Kamis (26/9/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut keponakan Prabowo ini, fenomena merosotnya kelas menengah ke posisi bawah tidak terlepas dari dampak pandemi Covid-19. Salah satunya karena peningkatan angka pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Saya mau menggarisbawahi bahwa tantangan yang dihadapi kelas menengah bukan karena kebijakan yang kurang, kita harus melihat ini dari konteks pandemi," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Sebagai upaya membantu mengatasi situasi ini, Thomas mengatakan, Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan juga tengah dalam proses mengkaji dalam menemukan kebijakan yang paling tepat demi memperkuat posisi kelas menengah.

Kontribusi pajak kelas menengah di halaman berikutnya.

Kontribusi Pajak Hanya 1%

Di kesempatan berbeda, Kepala Subdirektorat Pengelolaan Penerimaan Pajak Ditjen Pajak, Muchamad Arifin mengatakan, kontribusi kelas menengah melalui pajak penghasilan orang pribadi (PPh OP) tidak lebih dari 1% terhadap total penerimaan pajak.

"Kalau dibilang kelas menengah ini bicara mengenai individu. Pajak yang dibayarkan orang pribadi jika ditotalkan secara nasional dibandingkan penerimaan total, nyaris tidak besar, sekitar 1%," kata Arifin.

Arifin menjelaskan, sumbangan tersebut relatif minim lantaran kelompok kelas menengah paling banyak bekerja di sektor informal, yang tidak terintegrasi dengan sistem pajak. Sektor ini pun tidak terpantau dalam radar otoritas pajak.

Kondisi ini tentu berbeda dengan badan usaha, yang ketika akan didirikan harus mendaftarkan izin mendirikan usaha sehingga terintegrasi dengan sistem pajak. Hal ini lantaran badan usaha harus menjadi pengusaha kena pajak (PKP).

"Maka tadi kalau NIK bisa berjalan di 2025 dan core tax, nanti data di situ tergabung. Kelihatan si X dengan penghasilan sekian belum punya NPWP, beda dengan karyawan karena pasti dipotong," jelasnya.

Sebagai tambahan informasi, penurunan angka kelas menengah diumumkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Pada tahun 2024 tercatat jumlahnya mencapai 47,85 juta penduduk, turun dibandingkan tahun 2019 sebesar 57,33 juta. Kebanyakan dari para kelas menengah ini turun ke posisi menuju kelas menengah atau aspiring middle class.


Hide Ads