Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengatakan pemerintah ingin mengembangkan buah kelapa karena daya saingnya tinggi di pasar internasional. Potensi ekspor dari buah kelapa sendiri diketahui mencapai Rp 89,8 triliun.
Nilai itu merupakan gabungan dari potensi ekspor beberapa bagian dari kelapa misalnya air kelapa US$ 5,25 miliar setara Rp 79,4 triliun, sabut kelapa US$ 320 juta setara Rp 4,8 triliun dan tempurung kelapa US$ 373 juta setara Rp 5,6 triliun. Maka jumlah potensi kelapa mencapai Rp 89,8 triliun.
Staf Ahli Menteri PPN Bidang Pembangunan Sektor Unggulan dan Infrastruktur Leonardo A.A Teguh Sambodo mengatakan kelapa menjadi komoditas 'raksasa tidur' yang ingin dibangunkan karena potensinya yang besar itu. Karena selama ini potensi ekspor itu terbuang begitu saja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu potensi yang terbuang, sehingga dengan membangunkan raksasa tidur ini, sebenarnya kita ingin memanfaatkan potensi-potensinya," kata dia dalam media briefing di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (27/9/2024).
Saat ini tata niaga kelapa belum ada sehingga banyak ekspor buah kelapa bulat yang tidak tercatat. Ekspor buah kelapa bulat ini diketahui mencapai 756,98 juta dengan nilai pajak yang diterima negara nihil alias 0%.
"Ekspor kelapa bulat ini di musim-musim tertentu ini mengganggu stabilitas dari pasokan untuk industri-industri yang sudah ada," ucapnya.
Akibat ekspor buah kelapa yang tidak terkendali, industri dalam negeri yang memelurkan komoditas itu terganggu. Contohnya produksi nata de coco.
Sementara ekspor kelapa bulat ini banyak permintaannya ke China dan Amerika untuk persiapan natal. Itu sebabnya industri nata de coco dalam negeri Indonesia terganggu karena bahan bakunya lebih banyak diekspor secara mentah.
"Jadi persiapan untuk Natal mereka sudah dari jauh-jauh hari, dan sudah mengimpor kelapa bulat cukup banyak dari Indonesia, dan ini mengganggu," ungkapnya.
Itu sebabnya, pemerintah ingin mengelola tata niaga kelapa sehingga potensi untuk dalam negeri tidak hilang. Sebelum mengatur tata kelola ekspor kelapa, Indonesia juga perlu meningkatkan produksi kelapa dalam negeri.
Selain itu, ke depan untuk mengendalikan ekspor ilegal, pemerintah berencana untuk mengatur pengenaan pajak untuk ekspor kelapa. Lebih lanjut akan dilakukan pemantauan secara menyeluruh terkait data ekspor kelapa ilegal.
"Untuk mengendalikan ekspor kelapa bulat ada dua cara tentu pertama dengan pungutan ini paling mudah dan kedua banyak bocornya ekspor ilegal. Karena pulau-pulau di Indonesia banyak bahkan dengan perahu kecil bisa ekspor kelapa," tuturnya.
Pemerintah juga mempertimbangkan opsi menyetop ekspor kelapa jika memang kebocoran ke luar negeri secara ilegal sangat tinggi.
"Ke depan apabila diputuskan untuk menyetop seperti halnya menyetop nikel, ini bisa pilihan. Meskipun dalam itu kita juga melihat ada segi posisi Indonesia dengan ekspor kelapa bulat ini tentu kita ingin apabila distop, perusahaan-perusahaan yang tadinya mengolah kelapa bulat di luar negeri bisa datang ke Indonesia," pungkasnya.