Kondisi inilah yang menurutnya membuat banyak toko baju-atribut kampanye di Pasar Senen gulung tikar alias bangkrut. Bahkan sepengetahuan Rizal, sudah ada lebih dari lima toko di sepanjang selasar blok-nya yang sudah tutup akibat tidak sanggup bersaing lagi.
"Di sini banyak toko (baju-atribut kampanye yang tutup), ya itu faktor sepi. Banyak yang pada tutup, ya itulah pemasukan nggak ada, sudah pemasukan nggak ada kita bayar sewa toko setiap bulan. Jadi kalau kita nggak ada pemasukan ya pada tutup," kata Rizal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Di deretan sini saja sudah banyak yang tutup. Pokoknya dari ujung sini, ya sepanjang deretan inilah banyak yang tutup, lebih dari lima toko ada. Konveksi banyak yang tutup juga, langganan saya ada tiga yang sudah tutup," terangnya.
Sementara itu, pedagang baju-atribut partai di Pasar Senen lain bernama Irawan juga mengaku pesanan kebutuhan kampanye Pilkada tahun ini turun drastis dibandingkan periode kampanye sebelumnya. Di mana ia sendiri mengalami penurunan pesanan baju untuk kampanye hingga 25%.
Sama seperti Rizal, ia menyebut penurunan pesanan ini berlaku untuk pesanan Pilpres, Pileg, hingga Pilkada yang masih dalam proses kampanye hingga saat ini. Membuat usaha atribut kampanye ini menjadi tidak 'se-seksi' tahun-tahun sebelumnya.
"Kalau Pilkada ini nggak meriah (banyak pesanan), dan mereka juga orang-orang daerah cari (konveksi atau sablon baju kampanye) lebih dekat. Makin ke sini makin agak surut dibanding 2009, 2014, masih lumayan," ucap Irawan.
"25%-an ada turunya ke sekarang ya, dari 2019 ke tahun ini. Mereka lebih cenderung ini, (bagi-bagi) minyak (sembako) untuk turun-turun buat bawah ya (kampanye), kaos-kaos mereka cuma tambahan," terangnya lagi.
Sama seperti Rizal, Irawan mengaku saat ini tokonya juga tidak bisa mematok harga jual tinggi untuk produk baju-atribut kampanye yang dijualnya imbas persaingan yang lebih ketat.
"Dulu jual baju atau atribut lain tuh bisa dapat untung 100%. Jadi misalnya harga jual tumbler misalnya, modalnya Rp 40.000 bisa jual Rp 80.000. Atau jual baju modal Rp 15.000 bisa jual Rp 30.000 per piece ya," terangnya.
"Kalau sekarang dapat untung besar sudah susah. Misalnya sekarang modal semua Rp 40.000.000, dulu bisa dapat Rp 80.000.000, sekarang cari untung Rp 10.000.000 jadi Rp 50.000.000 sudah susah. Karena kalau kita ambil untung tertalu banyak kan jadi mahal, malah yang ada nggak laku," jelas Irawan lagi.
Beruntung Irawan mengaku dirinya masih mendapatkan cukup banyak pesanan untuk keperluan kampanye Pilkada meski tidak seramai tahun-tahun sebelumnya. Di mana pesanan ini sebagian besar sudah masuk bahkan sebelum KPU menetapkan nomor pemilihan calon kepala daerah.
"Sebelum keluar nomor malah, mereka sudah pada belanja, pada bikin (baju-atribut kampanye). Kalau sekarang udah keluar nomor begini, apalagi waktu (kampanye) tinggal sebulan lagi, ya sudah mulai berkurang (pesanan)," jelas Irawan.
"Kalau sekarang sudah pada nggak bikin-bikin (baju-atribut kampanye lagi), paling buat nambah-nambah doang. Kayak ini nambah (pesanan baju kampanye) 500, sudah nggak banyak lagi sekarang," ungkapnya.
Selain itu Irawan juga mengatakan saat ini para pedagang juga tidak bisa mengambil untung lebih dari setiap pesanan. Hal ini dikarenakan banyaknya saingan yang membuat para pedagang mau tak mau menjual baju-atribut kampanye dengan harga lebih murah dengan untung yang sangat sedikit demi mendapatkan pesanan.
Sehingga menurutnya saat ini para pedagang tidak hanya kekurangan orderan baju-atribut kampanye saja, tapi juga kurang mendapat keuntungan yang membuat usaha ini semakin sulit untuk diteruskan.
Bahkan Irawan menyebut kondisi ini sudah terlihat di sektor bisnis konveksi secara keseluruhan. Di mana banyaknya pabrik konveksi langganannya yang sudah gulung tikar alias bangkrut akibat tidak kuat lagi untuk bersaing di tengah sepinya pembeli.
"Banyak yang tutup juga konveksi. (Pabrik konveksi) kalau di daerah Tambora (Jakarta Barat) mah banyak yang tutup, pada beralih, mesin-mesinnya dijualin. Dulu sering pesan di sana, karena pada tutup saya beralih (cari pabrik konveksi lain)," ucapnya.
(fdl/fdl)