Indonesia ingin masuk 'geng' Brasil, Rusia, India, China dan South Africa (Afrika Selatan) atau BRICS. Terlepas dari keuntungan yang didapat, bergabungnya Indonesia dengan BRICS disebut bisa mengganggu hubungan dengan Amerika Serikat (AS).
"Bergabung dengan BRICS bisa jadi membuat relationship kita dengan Amerika sedikit bermasalah," kata Ekonom Senior Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin dalam diskusi virtual berjudul 'BRICS vs OECD: Indonesia Pilih Mana?', Rabu (30/10/1014).
Meski begitu, Wijayanto mengingatkan jangan sampai ketakutan itu membuat Indonesia tidak berani melangkah untuk gabung BRICS. Ia mencontohkan beberapa negara yang memiliki hubungan baik dengan AS, namun menjadi anggota BRICS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Contohnya India, itu salah satu inisiator BRICS yang dia adalah sahabat terdekat Amerika di kawasan Asia Selatan. Kemudian ada lagi Brasil, Brasil adalah sahabat Amerika juga di Amerika Selatan. Kemudian kalau kita lihat dalam konteks sekarang, Vietnam sudah ada bilateral trade agreement dengan Amerika sejak tahun 2000 itu juga mendekat ke BRICS, bahkan Thailand," beber Wijayanto.
Menurutnya, risiko hubungan dengan AS pasti ada. Seberapa besarnya tergantung diplomasi yang dilakukan agar bergabungnya Indonesia ke BRICS tidak dipandang menganut blok tertentu, seperti yang telah dilakukan India.
"Karena di BRICS kan ada dua kelompok: kelompok yang anti Amerika yaitu China dan Rusia, mereka mendorong kalau bisa ada mata uang alternatif pengganti dolar AS. Tapi ada kelompok India yang relatif moderat, dia tidak setuju ada mata uang baru tapi lebih mendorong adanya payment system baru, mendorong adanya penggunaan mata uang lokal, ini target-target yang lebih mild yang saya rasa bisa diterima oleh banyak pihak," ucapnya.
Untuk itu, Wijayanto mendorong agar Indonesia tidak hanya gabung BRICS, melainkan juga OECD yang beranggotakan 38 negara termasuk AS. Terlebih proses untuk menjadi anggota BRICS disebut relatif sederhana, tidak seperti OECD yang membutuhkan waktu bertahun-tahun.
"Kalau goal BRICS dulu, kemudian nanti goal OECD ya bagus juga. Kalau kita diterima BRICS kemudian ditolak OECD, artinya OECD ingin melanggengkan prinsip-prinsip unilateralism, ini prinsip yang kita sebagai negara besar, negara berkembang sebenarnya tidak diuntungkan," imbuhnya.
"Jadi pasti ada dampaknya (Indonesia gabung BRICS), tetapi dampak itu bisa di-manage dan insyaallah benefitnya lebih besar," tambahnya.
Lihat Video: Menlu Sugiono Jelaskan Alasan Indonesia Ingin Gabung BRICS