Pengusaha Nakal Belum Bayar Denda Rp 280 M, KPPU Minta Wewenang Sita Aset

Pengusaha Nakal Belum Bayar Denda Rp 280 M, KPPU Minta Wewenang Sita Aset

Retno Ayuningrum - detikFinance
Kamis, 31 Okt 2024 16:38 WIB
KPPU di DPR
Foto: Retno Ayuningrum
Jakarta -

Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) menyampaikan ada sekitar Rp 280 miliar denda yang belum dibayarkan oleh pelaku usaha nakal. Hal ini disampaikan oleh Ketua KPPU M Fanshurullah Asa saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI hari ini.

Fanshurullah mengatakan jumlah dana yang belum ditarik oleh KPPU itu berasal dari 100-an pelaku usaha yang nakal atau belum membayar. Dia menyebut hal ini terjadi lantaran KPPU tidak mempunyai kekuatan untuk menyita aset bagi pelaku usaha yang tak membayar denda.

"Sebagai informasi ada dana yang belum bisa kami tarik kurang lebih Rp 280 miliar dari total sekitar 100an pelaku usaha yang tidak membayar. Karena tadi tidak ada daya paksa untuk penyitaan aset," kata Fanshurullah di Gedung DPR RI, Jakarta Pusat, Kamis (31/10/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk itu, dia mendorong agar adanya revisi Undang-Undang Nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Dalam revisi beleid tersebut, dia meminta agar KPPU mempunyai wewenang penyitaan aset apabila pelaku usaha tidak melaksanakan putusan KPPU, dalam hal ini membayar denda kepada KPPU.

"Pelaksanaan eksekusi putusan KPPU yang berkekuatan hukum tetap berupa denda harus dibayar ke kas negara apabila tidak dilaksanakan KPPU memiliki wewenang penyitaan atas aset jika pelaku usaha tidak melaksanakan putusan KPPU," jelasnya.

ADVERTISEMENT

Dia menjelaskan usulan revisi beleid tersebut sudah diajukan dalam penyusunan kerangka regulasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029 kepada Kementerian PPN/Bappenas. Namun, dia juga mendorong anggota DPR RI agar berinisiatif mengajukan revisi peraturan tersebut.

Adapun beberapa poin untuk revisi tersebut. Di antaranya, pengaturan ekstrateritorialitas dalam definisi pelaku usaha yang dapat menjangkau pelaku usaha di luar wilayah hukum Indonesia, pengaturan post-notifikasi merger menjadi pre-notifikasi merger agar sesuai dengan best practice international. Kemudian pengaturan program leniensi dalam rangka memberikan pengampunan dan/ pengurangan hukum bagi pelaku usaha yang mengakui dan atau melaporkan perbuatan pelanggaran hardcore cartel.

"Pengaturan mengenai kewenangan upaya paksa dalam rangka memperoleh alat bukti dalam perkara persaingan usaha. Kemudian penambahan ketentuan mengenai lisensi lisensi hak kekayaan intelektual dan prinsip-prinsip persaingan yang sehat. Ketujuh, pengakuan bahwa praktik-praktik tertentu dalam pemilihan lisensi dapat bertentangan dengan persaingan usaha yang sehat. Terakhir, penggabungan prinsip-prinsip rule of reason ke dalam regulasi yang untuk memberikan panduan konkret kepada industri," imbuh dia.

(rrd/rrd)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads