Zulhas Ungkap Sawah Berkurang 100.000 Ha/Tahun-Birokrasi Pupuk Subsidi Rumit

Zulhas Ungkap Sawah Berkurang 100.000 Ha/Tahun-Birokrasi Pupuk Subsidi Rumit

Retno Ayuningrum - detikFinance
Selasa, 12 Nov 2024 07:30 WIB
Menko Bidang Pangan Zulkifli Hasan
Menko Bidang Pangan Zulkifli Hasan/Foto: detikcom/Retno Ayuningrum
Jakarta -

Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) menyebut sejumlah persoalan di sektor pertanian. Beberapa di antaranya, seperti lahan sawah berkurang 100 ribu hektare (ha) per tahun, fenomena petani yang menua, hingga birokrasi pupuk subsidi yang rumit.

Zulhas menilai petani era orde baru lebih sejahtera dibandingkan sekarang. Hal ini dapat dilihat dari beberapa hal, seperti kepemilikan lahan hingga kontribusi sektor pertanian ke tenaga kerja yang besar.

"Pada zaman orde baru, rata-rata petani itu punya kebun dan sawah, tetapi 24 tahun terakhir, kalau saudara tanya angka Google, buka BPS, mungkin 80% petani sudah berubah menjadi buruh tani. Kalau pada masa orde baru, 65% pekerja dari sektor pertanian. Sekarang kira-kira tinggal 25%," kata Zulhas dalam sambutan Pelantikan Pejabat Tinggi Pratama di Graha Mandiri, Jakarta Pusat, Senin (11/11/2024).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia menerangkan para petani juga mengalami penuaan. Di sisi lain, para anak muda enggan menjadi petani.

"Dan petani, para petani mengalami aging, yang tua-tua. Jadi kalau sudah ke daerah, ya petani tua-tua. Yang muda, yang millennial sudah nggak tertarik. Mesti ada sesuatu. Lahan pertanian setiap tahun berkurang 100 ribu hektar," imbuhnya.

ADVERTISEMENT

Di sisi lain, Zulhas menyebut produktivitas pertanian dapat meningkat asalkan akses pupuk tersedia dengan mudah. Sayangnya, untuk pupuk subsidi memerlukan distribusi yang panjang karena melibatkan beberapa kementerian/lembaga. Untuk itu, dia menilai rantai distribusi pupuk subsidi ini rumit.

"Distribusi pupuk itu harus ajuan dari daerah, harus ada Surat Keputusan Bupati, diketahui oleh Gubernur, ada dari Menteri Perdagangan, ada dari Menteri Pertanian, harus ada dari Kementerian Keuangan. Rumit, ruwet. Salah kebijakan, masuk penjara," ujar Zulhas.

Menurut Zulhas, karena birokrasi yang rumit itu dapat membuat pejabat rentan terjerat hukum. Alhasil, ruang gerak pejabat menjadi tak bebas dalam membuat kebijakan.

"Memang kita ini antik di Indonesia itu, dagang minyak masuk penjara, dagang pupuk masuk penjara. Karena panjang rantainya, rumit wah ini maling, bikin aturan, tambah rumit. Akhirnya nggak bisa bergerak. Jadi situasi seperti itu," terangnya.

Simak juga video: Mentan dan Mendes Sepakati MoU Targetkan Swasembada Pangan 2028

[Gambas:Video 20detik]



(kil/kil)

Hide Ads