United States Deparment of Transportation (USDOT) menjatuhkan denda sebesar US$ 2 juta atau senilai Rp 32,4 miliar, kepada JetBlue Airways lantaran mengoperasikan empat jadwal penerbangan yang tertunda (delay) parah.
Hal ini menjadi kali pertama diterapkannya denda sebesar itu pada sebuah maskapai penerbangan, karena maskapai melanggar praktik penjadwalan. Melansir dari Reuters pada Sabtu (4/1/2025), USDOT mengatakan bahwa sebagai bagian dari perjanjian persetujuan dengan maskapai penerbangan, JetBlue akan membayar denda US$ 1 juta dan sisanya akan digunakan untuk memberikan kompensasi kepada pelanggan yang terkena dampak penundaan parah, atau kendala apapun yang terdampak hingga tahun depan.
Sebagai bentuk pertanggungjawaban, JetBlue telah setuju untuk memberikan voucher senilai minimal US$ 75 atau senilai Rp 1,2 juta bagi penumpang, jika JetBlue melakukan pembatalan atau penundaan hingga tiga jam atau lebih untuk penerbangan yang akan datang.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tindakan hari ini membuat industri penerbangan menyadari bahwa kami berharap jadwal penerbangan mereka mencerminkan kondisi saat ini." kata Menteri Transportasi, Pete Buttigieg.
Pihak JetBlue mengatakan bahwa pihaknya menghargai akan pentingnya bagi pelanggan untuk tiba di tempat tujuan mereka. Selain itu, JetBlue mengkritik USDOT karena kurangnya staf pengatur lalu lintas udara yang memadai.
"Kami yakin akuntabilitas atas perjalanan udara yang andal juga berada di tangan pemerintah AS, yang mengoperasikan sistem kontrol lalu lintas udara di negara kami," kata maskapai tersebut.
USDOT mengatakan di berbagai titik pada tahun 2022 dan 2023, JetBlue mengoperasikan penerbangan yang tertunda parah dengan rute antara New York dan Raleigh-Durham, Fort Lauderdale dan Orlando bersamaan dengan penerbangan antara Fort Lauderdale dan Windsor Locks, Connecticut.
"Terlepas dari penyebab penundaan (operator, cuaca, wilayah udara nasional, keamanan) untuk penerbangan tertentu, JetBlue memiliki waktu yang cukup untuk bertindak untuk menghindari penundaan kronis," kata USDOT.
Maskapai ini mengatakan pihaknya menghabiskan puluhan juta dolar untuk mengatasi masalah pengendalian lalu lintas udara, khususnya di koridor Timur Laut AS untuk sebisa mungkin mencegah penundaan parah dan melakukan perbaikan signifikan pada tahun lalu dalam mengurangi gangguan perjalanan.
USDOT mengatakan ada sebanyak 395 penundaan dan pembatalan di empat penerbangan yang tertunda secara kronis. Angka ini didefinisikan menjadi penerbangan AS yang dibatalkan atau tiba terlambat lebih dari 30 menit, yang menyumbang persentase lebih dari 50% selama sebulan. Departemen memperkirakan JetBlue bertanggung jawab atas lebih dari 70% gangguan pada empat penerbangan yang tertunda secara kronis.
(eds/eds)