TikTok memperingatkan konsekuensi apabila Mahkamah Agung (MA) memutuskan untuk setuju pada Undang-Undang (UU) yang berpotensi memblokir aplikasi video pendek tersebut. Dikhawatirkan, nasib serupa juga akan menimpa perusahaan-perusahaan lainnya.
Hal ini disampaikan oleh Pengacara TikTok dan ByteDance, Noel Francisco, selama Sidang Banding. UU tersebut sebelumnya telah menetapkan batas waktu 19 Januari bagi ByteDance untuk menjual platform media sosial populer tersebut atau dilarang atas dasar keamanan nasional.
Mengutip Reuters, Senin (13/1/2024), banding diajukan salah satunya karena UU tersebut dipandang melanggar perlindungan Amandemen Pertama Konstitusi AS terhadap pembatasan kebebasan berbicara oleh pemerintah.
Baca juga: Nasib TikTok Sedang di Ujung Tanduk |
Francisco berpendapat bahwa pengesahan Mahkamah Agung terhadap UU ini dapat memungkinkan UU tersebut menargetkan perusahaan lain dengan alasan yang sama.
"Bioskop AMC dulunya dimiliki oleh perusahaan China. Berdasarkan teori ini, Kongres dapat memerintahkan bioskop AMC untuk menyensor film apa pun yang tidak disukai Kongres atau mempromosikan film apa pun yang diinginkan Kongres," kata Francisco kepada para hakim.
Sementara itu, para hakim mengisyaratkan melalui pertanyaan selama argumen bahwa mereka cenderung menegakkan hukum, meskipun beberapa menyatakan kekhawatiran serius tentang implikasi Amandemen Pertama.
TikTok adalah platform yang digunakan oleh sekitar 170 juta orang di Amerika Serikat (AS), setengah dari populasi negara tersebut. Kongres meloloskan UU tersebut tahun lalu dengan dukungan bipartisan, karena para anggota parlemen menyoroti risiko pemerintah China mengeksploitasi TikTok untuk memata-matai orang Amerika dan melakukan operasi pengaruh terselubung.
Presiden AS Joe Biden menandatangani undang-undang tersebut dan pemerintahannya membela dalam kasus ini. Sedangkan batas waktu divestasi ditetapkan 19 Januari, hanya satu hari sebelum pelantikan Donald Trump dari Partai Republik. Adapun Trump diketahui menentang larangan tersebut.
Pengacara yang mewakili content creator TikTok Jeffrey Fisher, juga telah menentang hukum tersebut. Ia mencatat selama argumen MA bahwa Kongres dengan tindakan ini berfokus pada TikTok dan bukan aplikasi retail online besar China, termasuk Temu. Padahal, pengguna Temu di AS juga mencapai 70 juta orang.
"Sangat mengherankan mengapa Anda hanya memilih TikTok saja dan tidak memilih perusahaan lain yang data pribadinya diambil dari puluhan juta orang, Anda tahu, dalam proses berinteraksi dengan situs web tersebut dan sama-sama, jika tidak lebih, tersedia untuk dikendalikan oleh Tiongkok," ujar Fisher.
Jika pemblokiran dilakukan, Apple dan Google Alphabet, tidak akan lagi dapat menawarkan TikTok untuk diunduh oleh pengguna baru, namin pengguna yang sudah ada masih dapat mengakses aplikasi tersebut untuk sementara. Pemerintah AS dan TikTok sepakat aplikasi tersebut secara perlahan tidak dapat digunakan seiring berjalannya waktu karena perusahaan tidak akan dapat menawarkan layanan pendukung.
(shc/ara)