Pejabat Pemerintah/Regulator
Penerapan prinsip hukum Business Judgement Rules sesungguhnya juga diharapkan bisa diterapkan di lingkungan Pejabat Pemerintah yang mengeluarkan berbagai kebijakan/regulasi. Sebagaimana Direksi BUMN, pejabat pemerintah di kementerian atau Lembaga regulator juga menghadapi posisi yang relative sama.
Mereka rentan dituding mengambil kebijakan yang bisa dianggap menguntungkan pihak-pihak tertentu dan diancam hukuman korupsi. Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran Romli Atmasasmita dalam sebuah seminar di akhir tahun 2024 menyatakan bahwa dengan pasal 2 dan 3 UU 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi seorang menteri bisa dikriminalisasi atas kebijakan yang diambilnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beberapa pejabat pemerintah pernah menghadapi 'kriminalisasi' ini. Misalnya Gubernur BI dan Menteri Keuangan dalam kasus penyelamatan Bank Century yang masih dianggap belum tuntas hingga saat ini. Atau yang terakhir kasus mantan Menteri Perdagangan Tom Lembong, mantan Menteri Perdagangan (Mendag), yang ditangkap oleh Kejaksaan Agung dengan tuduhan korupsi impor gula pada tahun 2015-2016.
Penerapan Business Judgment Rules bisa menjadi awal dalam upaya melindungi para pejabat pemerintah di kementerian/Lembaga dari kriminalisasi dan mendorong mereka untuk bekerja secara lebih professional.
Tantangan
Penerapan prinsip hukum Business Judgment Rules dalam Undang Undang BUMN yang baru merupakan angin segar dalam mendorong profesionalisme pejabat BUMN (dan juga pejabat pemerintah). Tapi tantangan justru sudah muncul di saat UU BUMN baru saja disahkan, ketika peraturan pelaksanaan belum juga disusun.
Dijadikannya Isa Rachmatarwata, Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kementerian Keuangan RI sebagai tersangka kasus Jiwasraya adalah ujian pertama prinsip Business Judgment Rules.
Menurut Kejagung, Kebijakan Isa Rachmatarwata, dalam posisinya sebagai Kepala Biro Perasuransian Bapepam LK periode 2006-2012, memberikan izin produk Saving Plan kepada Jiwasraya telah menyebabkan Jiwasraya bangkrut dan merugikan negara. Isa diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pemerintah dituntut untuk konsisten dengan prinsip Business Judgment Rules sebagaimana tercantum dalam Undang Undang BUMN yang baru. Artinya Kejagung harus bisa membuktikan bahwa Isa Rachmatarwata dalam pengambilan kebijakannya saat itu benar benar telah melanggar tata Kelola dan atau mengalami conflict of interest.
Apabila nanti terbukti bahwa pengambilan kebijakan memberikan izin produk saving plan kepada Jiwasraya telah dilakukan dengan itikad baik, sesuai prinsip Good Corporate Governance dan terbebas dari conflict of interest, maka Isa Rachmatarwata harus dibebaskan dari semua tuduhan. Lebih dari itu nama baik Isa Rachmatarwata harus dipulihkan.
Kerugian Jiwasraya bukan tanggung jawab pejabat pemerintah (Bapepam LK) yang mengeluarkan izin produk. Kerugian tersebut lebih disebabkan oleh pihak-pihak yang menyalah gunakan izin Saving Plan, seperti terpidana Hendrisman Rahim (mantan direktur utama Jiwasraya), Hary Prasetyo (mantan direktur keuangan), dan Syahmirwan (kepada divisi). Juga, Joko Hartono Tirito (Maxima Integra).
Demikian juga dengan Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat dan Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro yang semuanya sudah dijatuhi hukuman.
Selama Kejagung belum bisa membuktikan kesalahan Isa Rachmatarwata, berlaku prinsip presumed innocent (praduga tak bersalah). Semoga ke depan tidak pernah ada lagi kriminalisasi baik terhadap pejabat pemerintah maupun direksi BUMN.
Piter Abdullah Redjalam
Ekonom Segara Research Institute
Simak Video "Video Tanggapan Pimpinan MPR Soal UU BUMN Baru: Bukan Berarti Kebal Hukum"
[Gambas:Video 20detik]
(ang/ang)