Pada tahun 1967, ketika Indonesia mengalami krisis berat, maka BUMN perkebunan menjadi penyelamat ekonomi nasional. Pada krisis yang berat tahun 1998, maka seluruh BUMN menjadi penyelamat ekonomi.
Konsolidasi tunggal BUMN di tangan satu organisasi, di satu sisi mempunyai peluang sekuat Temasek atau Khazanah. Namun, di sisi lain, mencermati rencana bisnis yang disampaikannya per hari ini, belum dapat diketahui, apakah kepastian tadi dapat diperoleh.
Apalagi jika fokusnya adalah investasi strategis proyek yang greenfield, proyek baru. Risikonya cukup besar, termasuk pembangunan industri kimia dasar, yang memerlukan waktu untuk mencapai return-nya, apalagi jika untuk infrastruktur nasional, yang menjadi masalah bagi BUMN-BUMN Karya. Dan, tentu saja, jangan sampai masuk ke proyek yang brownfield, proyek kategori terbengkalai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengalaman China, mereka tidak menyatukan BUMN-nya dalam SWF mereka, China Investment Corporation. BUMN tetap di bawah administrasi SASAC (State Owned Assets Supervision and Administration Commission of the State Council) dan menjadi super-super holding yang mandiri.
Konsep yang dibuat pada tahun 1998-1999 di Kementerian BUMN di bawah Menteri Tanri Abeng. Holdingisasi BUMN bukan membuat satu Superholding yang tunggal, namun dua belas superholding yang mandiri. Karena, prinsipnya adalah never put all your eggs in a single basket.
Jika Danantara dengan BUMN sebagai core-nya suatu ketika bermasalah, maka Indonesia dalam masalah besar, habis sudah. Karena tidak ada lagi penyelamat ekonomi pada waktu krisis berat -dan saya memperkirakan akan ada krisis berat lagi sekitar tahun 2032 (lihat Abeng & Nugroho, Manajemen Sebagai Profesi, 2024).
Malaysia hampir mengalami kebangkrutan total gegara memaksakan diri membangun SWF. Pada tahun 2009, ketika masih mengajar di Universiti Malaya Kuala Lumpur, saya menyaksikan sendiri glorifikasi untuk membangun SWF 1Malaysia Development Berhard.
Setelah mengalami euforia yang luar biasa, tahun 2016 SWF ini mengalami skandal korupsi, yang bahkan disebut salah satu yang terbesar di dunia. Untungnya, Khazanah tidak dimasukkan ke dalamnya.
Alhasil, ekonomi mereka masih terjaga. Kecemasan Danantara memang hal govenance, terlepas dari pernyataan resmi lembaga ini memiliki pengawasan berlapis, dan menghormati Santiago Principle. Nampaknya, market trust dan public trust masih menjadi pekerjaan rumahnya.
Apalagi, semenjak lembaga auditor negara dan pemerintahan seperti BPKP dan BPK tidak berwenangan lagi memeriksanya.
Lanjut ke halaman berikutnya
Simak Video "Video: Danantara Akan Dapat Kucuran Dividen Rp 170 T per Tahun"
[Gambas:Video 20detik]