Dikutip dari salinan SE tersebut, Selasa (11/3/2025), pemberian THR bagi pekerja/buruh merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan Pekerja/Buruh dan keluarganya dalam menyambut Hari Raya Keagamaan.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan dan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 6 Tahun 2016 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja/Buruh di Perusahaan, pemberian THR Keagamaan merupakan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pengusaha kepada pekerja/buruh.
THR Keagamaan diberikan kepada, pertama, pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 1 (satu) bulan secara terus menerus atau lebih. Kedua, pekerja/buruh yang mempunyai Hubungan Kerja dengan Pengusaha berdasarkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) atau perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT).
Baca juga: THR Wajib, Tidak Boleh Dicicil! |
Perhitungan THR
Lebih lanjut, untuk besaran THR yang diberikan terbagi ke dalam dua kelompok. Pertama, bagi pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih, diberikan sebesar 1 bulan Upah.
Kedua, bagi yang mempunyai masa kerja 1 bulan secara terus menerus atau lebih tetapi kurang dari 12 bulan, diberikan secara proporsional sesuai dengan perhitungan sebagai berikut:
Masa Kerja : 12 x 1 Bulan Upah
Sedangkan bagi pekerja/buruh yang bekerja berdasarkan perjanjian kerja harian lepas, upah 1 bulan dihitung sebagai berikut:
a. Pekerja/buruh yang telah mempunyai masa kerja 12 (dua belas) bulan atau lebih, upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata Upah yang diterima dalam 12 bulan terakhir sebelum Hari Raya Keagamaan.
b. Pekerja/Buruh yang mempunyai masa kerja kurang dari 12 bulan, upah 1 bulan dihitung berdasarkan rata-rata upah yang diterima tiap bulan selama masa kerja.
"Bagi pekerja/buruh yang upahnya ditetapkan berdasarkan satuan hasil, maka upah 1 bulan dihitung berdasarkan Upah rata-rata 12 bulan terakhir sebelum Hari Raya Keagamaan," bunyi penjelasan pada SE tersebut.
Bagi perusahaan yang menetapkan besaran nilai THR Keagamaan dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, Perjanjian Kerja Bersama, atau kebiasaan, lebih besar dari nilai THR Keagamaan,
maka THR Keagamaan yang dibayarkan kepada pekerja/buruh sesuai dengan perjanjian-perjanjian tersebut.
"THR Keagamaan wajib dibayarkan oleh Pengusaha secara penuh dan tidak boleh dicicil," bunyi penjelasan pada SE tersebut.
(shc/rrd)