Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menilai tatanan ekonomi dunia saat ini telah berubah. Kondisi ini dia sebut sebagai The New Economic Order.
Sri Mulyani mengatakan dahulu globalisasi dan global rule base menjadi fondasi dalam interaksi antar negara setelah perang dunia kedua. Tatanan ini berubah sejak Donald Trump menjadi Presiden Amerika Serikat (AS) di periode kedua.
"Kita telah tiba di era The New Economic Order. Setelah lebih dari 50 tahun rule based multilateralisme dan globalisasi menjadi fondasi tatanan ekonomi dunia, kini unilateralisme menjadi rule of the game," ujar Sri Mulyani dalam unggahan di Instagram resminya @smindrawati, dikutip Jumat (14/3/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perang dagang melalui kenaikan tarif diterapkan AS terhadap negara-negara yang dulu adalah sekutu seperti Kanada, Eropa, Meksiko dan RRT. Hal ini menimbulkan reaksi retaliasi dan resiprokalitas.
"Setiap negara harus bekerja keras melindungi kedaulatan dan kepentingan masing-masing - tidak terkecuali Indonesia," kata Sri Mulyani.
Di tengah eskalasi perang dagang dan ekonomi serta menghangatnya ancaman perang di berbagai negara, ekonomi Indonesia masih mampu bertahan positif. Pertumbuhan ekonomi 2024 yang masih di level 5% dianggap sebagai prestasi.
"Inflasi rendah dan neraca pembayaran 2024 surplus US$ 7,2 miliar, naik 14,2% dari tahun sebelumnya. Posisi keseimbangan tetap baik dengan surplus neraca perdagangan Januari 2025 naik 78% (US$ 1,5 miliar) dibanding 2024 hingga mencapai US$ 3,5 miliar," terang Sri Mulyani.
Meski penerimaan negara mengalami perlambatan, hal itu disebut lebih karena penurunan harga komoditas. Sebagai informasi, penerimaan pajak terkumpul Rp 187,8 triliun sampai Februari 2025 atau lebih rendah 30,19% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang terkumpul Rp 269,02 triliun.
"Penerimaan negara mengalami perlambatan, namun berbagai inisiatif strategis dan perbaikan administratif terus dilakukan untuk menjaga dan meningkatkan penerimaan negara," imbuhnya.
Sementara itu, belanja negara disebut tetap on track meski ada efisiensi. Sampai Februari 2025 belanja negara telah terealisasi 9,6% atau Rp 348,1 triliun.
"Dengan efisiensi, namun tetap menjaga belanja bantuan sosial dan kepentingan serta kebutuhan rakyat. APBN tetap agile sebagai instrumen penting untuk menjaga kinerja ekonomi, serta mendorong pertumbuhan dan kesejahteraan masyarakat," pungkas Sri Mulyani.
(aid/hns)