Ketua Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mengatakan, upaya pemerintah Indonesia dengan mengirim Tim Khusus Tingkat Tinggi untuk melakukan negoisasi kepada pemerintah Amerika Serikat adalah sebuah langkah awal yang tepat.
"Kita semua berharap pada hasil Tim Lobby Khusus ini. Upaya renegosiasi dengan pemerintah Amerika Serikat adalah langkah terbaik," katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (4/4/2025).
Selama tahun 2024 nilai ekspor Indonesia ke Amerika Serikat sebesar US$ 26,4 miliar dan jumlah tersebut 9,9% dari total kinerja ekspor nasional. Posisi surplus di pihak Indonesia. Dia mengatakan, produk ekspor Indonesia didominasi oleh produk tekstil, garmen, alas kaki, minyak CPO dan peralatan elektronik dimana hampir semuanya merupakan industri padat tenaga kerja terutama untuk tekstil, garmen dan alas kaki.
"Sehingga industri tersebut akan mengalami tekanan pada harga mereka di pasar US menjadi lebih mahal karena terkena dampak tarif tambahan baru tersebut. Supaya mereka bisa bersaing dari sisi harga maka mereka juga harus makin efisien dalam struktur biaya produksi nya untuk menjaga kelangsungan usaha mereka," terangnya.
Lanjutnya, arahan Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan perbaikan struktural yang menghambat dengan melakukan upaya deregulasi dalam bentuk penyederhanaan pada aturan yang menghambat, akan membantu upaya membangun efisiensi perusahaan di Indonesia sehingga mereka lebih mampu bersaing di pasar global.
Sementara, dampak yang lain dan harus diberikan respons oleh Bank Indonesia (BI) adalah pada kinerja nilai tukar rupiah atas dolar AS. Harga barang di AS akan semakin mahal sementara pendapatan pekerja mereka masih tetap sehingga memicu kenaikan inflasi di AS yang saat ini masih relatif tinggi sejak pandemi COVID-19 lalu.
"Ini mengakibatkan The Fed pasti akan menurunkan tingkat suku bunga mereka sebagai alat kontrol mereka supaya inflasi bisa dikendalikan. Akibat penurunan tingkat suku bunga The Fed akan menjadi pemicu ketidakpastian lagi sehingga prediksi pertumbuhan ekonomi akan mengalami koreksi dan itu membuat kekhawatiran pada ketidakpastian baru di pasar uang sehingga akan memberikan tekanan koreksi negatif pada nilai tukar rupiah atas dolar US," paparnya.
Untuk itu, kata dia, BI harus melakukan upaya yang serius dalam melakukan stabilisasi nilai tukar rupiah. Ia mengingatkan, jangan sampai tekanan koreksi rupiah melewati angka psikologis.
"Di saat pasar yang sedang libur Lebaran saat ini, adalah waktu yang tepat bagi Bank Indonesia untuk melakukan exercises kebijakan stabilisasi nilai tukar yang paling tepat saat pasar kembali buka," katanya.
Selain itu, dampak tarif tambahan baru ini pasti akan mempengaruhi kinerja ekspor Indonesia sehingga perusahaan-perusahaan di Indonesia yang berorientasi ekspor pasti mengalami tekanan. Hal itu akan mempengaruhi struktur laba dan akan memberikan dampak pada pembayaran pajak mereka ke negara.
"Karena selama ini kinerja penerimaan negara dari pajak, bea masuk dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sangat dipengaruhi oleh kinerja ekspor dan faktor harga komoditas dunia. Harus dihitung ulang target rencana penerimaan negara secara total apakah memberikan transmisi dampak pada target pembangunan di APBN 2025," jelasnya.
(acd/acd)