Alasan Pedagang di Toko Online Kena Pajak, Wamenkeu: Buat Pendataan

Alasan Pedagang di Toko Online Kena Pajak, Wamenkeu: Buat Pendataan

Anisa Indraini - detikFinance
Senin, 30 Jun 2025 13:47 WIB
Kepala Badan Pelaksana BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji) Anggito Abimanyu
Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anggito Abimanyu/Foto: Ari Saputra
Jakarta -

Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Anggito Abimanyu buka suara terkait rencana pemerintah menunjuk platform e-commerce sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atas transaksi penjualan barang oleh merchant yang berjualan melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Anggito mengatakan, kebijakan itu belum memiliki landasan hukum karena masih dirancang pemerintah. Dengan demikian, ia belum bisa memberikan penjelasan lebih jauh karena aturannya belum terbit.

"Jadi, yang pertama, itu kan kebijakannya belum diterbitkan ya, jadi tunggu dulu ya. Makanya saya belum bisa jawab karena itu belum dikeluarkan," kata Anggito saat ditemui di Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat, Senin (30/6/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski begitu, Anggito menekankan kebijakan itu untuk menciptakan skema perpajakan yang adil antara para pelaku usaha yang berjualan secara konvensional atau offline, maupun secara daring atau online.

Melalui rancangan kebijakan itu, pemerintah ingin memasukkan transaksi para pelaku usaha yang ada di marketplace atau e-commerce ke sistem perpajakan pemerintah. Selama ini, ia menyebut pemerintah belum mampu mencatat perpajakan di sektor digital atau elektronik.

ADVERTISEMENT

"Jadi, intinya kalau perdagangan itu kan melalui sistem elektronik dan non elektronik. Kalau non elektronik kan nggak ada masalah ya semua pakai faktur sebagainya, terdata. Yang PMSE ini kan belum ada datanya. Jadi kita menugaskan kepada platform untuk mendata, siapa saja yang melakukan perdagangan melalui PMSE ini," jelas Anggito.

Anggito menegaskan, kebijakan ini bukan barang baru karena sempat diterapkan pada 2018 silam. Saat itu, penerapannya melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 210/PMK.010/2018 Tahun 2018 tentang Perlakuan Perpajakan Atas Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (E-Commerce), namun dicabut dengan PMK No. 31/PMK.010/2019.

"Jadi, tidak ada hal yang baru, tidak ada tarif pajak yang baru dan ketentuan mengenai tarifnya nanti akan kita akan sampaikan pada waktunya. Jadi sampai sekarang saya belum bisa sampaikan," papar Anggito.

Ia juga menekankan, dengan skema ini nantinya pemerintah tidak mengenakan pajak berganda bagi para pedagang online apabila mereka melakukan perdagangan secara offline juga.

"Nggak begitu. Kita ingin melakukan dua hal. Satu, pendataan. Kedua adalah perlakuan yang sama, yang mirip lah antara yang online sama offline," tutur Anggito.

Sebelumnya, berdasarkan pemberitaan Reuters, pemerintah akan mewajibkan platform e-commerce memungut pajak sebesar 0,5% dari pendapatan penjual. Kriteria pedagang yang dikenakan pajak adalah mereka yang memiliki omzet antara Rp 500 juta hingga Rp 4,8 miliar per tahun.

Simak juga Video: idEA ke Pemerintah: Tolong Perhatikan, E-Commerce Masih Penuh Tekanan

(aid/ara)

Hide Ads