Biaya di sektor logistik digadang mau diturunkan ke 8% dari angka 14% dalam lima tahun ke depan. Untuk saat ini, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) menjadi hal yang dinilai menambah beban pengusaha bidang logistik di Tanah Air.
Ketua Umum Asosiasi Logistik dan Forwarder Indonesia (ALFI), Akbar Djohan, mengatakan di tengah ketidakjelasan rantai pasok global, maka harus memanfaatkan momentum untuk bisa mengatur secara transformasi tataniaga logistik dan tatalaksana logistik nasional.
"Kalau soal tarif logistik, itu kita tidak bicara murah. Kalau murah tapi tidak sampai, murah tapi rusak, itu juga sayang. Tetapi biayanya itu adalah biaya yang affordable, biaya yang pas dengan skala ekonominya. Tadi target Pak Menko Airlangga, 5 tahun ke depan biaya logistik harus menjadi 8%" ujar Akbar saat ditemui selepas acara peluncuran ALFI Convex 2025, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Jakarta, Rabu (2/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akbar mengatakan untuk dapat menurunkan tarif, maka membutuhkan paket-paket deregulasi. Salah satunya yang juga menghambat adalah jasa freight export (pajak atas jasa pengurusan transportasi) yang masih dikenakan pajak pertambahan nilai (PPN).
"Kita tidak bisa charge ke buyer karena di luar negeri tidak eksis itu. Tidak ada pengenaan pajak, karena rata-rata di luar negeri itu mendorong ekspornya. Sehingga, direlaksasi pajak-pajak yang bisa mengurangi kompetensi, competitiveness (daya saing) ekspor atau produk dalam negerinya," tambah Akbar.
Selain PPN, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) juga jadi satu hal yang memberatkan pengusaha logistik. Akbar bilang, PNBP dikenakan kepada pengusaha logistik berada di kisaran 5%-10%.
"(Besaran tarifnya) tergantung, ada skema-skema konsesi dengan pemerintah, dilihat jangka waktunya, potensi ekonominya, baru ditentukan oleh pemerintah PNBP berapa yang harus disetor," ujarnya.
Tonton juga "BPHTB dan PPN Pembelian Rumah Mau Dihapus!" di sini:
(eds/eds)