Kondisi perang tarif dagang hingga konflik antara Israel-Iran dinilai tidak berdampak signifikan pada perekonomian RI. Indonesia mencatatkan surplus pada neraca perdagangan US$ 15,38 miliar secara kumulatif periode Januari-Mei 2025.
Pandangan ini disampaikan oleh Menteri Perdagangan Budi Santoso. Ia juga mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat nilai ekspor Indonesia kumulatif Januari-Mei 2025 naik 6,98%, di mana tren kenaikan nilai ekspor mencapai 11,54%.
"Artinya kalau kita lihat sekarang ini, kita belum melihat ini ada gangguan perang dagang," kata Budi dalam Seminar Nasional Kajian Tengah Tahun INDEF 2025 di Aryaduta Hotel Menteng, Jakarta, Rabu (2/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sedangkan untuk ekspor, secara kumulatif periode Januari-Mei 2025 nilainya mencapai US$ 111,98 miliar. Lalu untuk bulan Mei 2025 saja, ekspor mencapai US$ 24,61 miliar.
Budi menyebut, ekspor RI pada bulan April lalu sempat turun dibandingkan Mei. Namun kondisi itu karena awal April terdapat libur panjang Idul Fitri, serta banyak ekspor tertunda karena para eksportir masih wait and see atas pengumuman tarif resiprokal Presiden AS Donald Trump.
Hal ini apalagi mengingat bahwa Amerika Serikat (AS) menjadi salah satu mitra dagang dengan penyumbang surplus terbesar bagi perdagangan RI. Budi mengatakan, pada 2024 lalu AS menduduki posisi kedua negara dengan kontribusi surplus terbesar US$ 14,34 miliar.
Sedangkan pada Laporan Neraca Dagang BPS hingga Mei 2025, AS menduduki posisi pertama dengan kontribusi sebesar US$ 7,08 miliar. Namun hingga saat ini, proses negosiasi tarif masih berlangsung dengan AS dan diharapkan tarif impor RI bisa di turun dari 32%.
"Sekarang bulan Mei ini ekspor kita meningkat dibanding bulan April. Jadi mudah-mudahan ke depan situasinya semakin bagus, semakin kondusif. Dan sekarang juga misalnya masalah di Timur Tengah sudah mulai mereda dan sebagainya. Itu adalah area positif supaya generasi ekspor kita tetap berjalan dengan baik," ujarnya.
Saat ditanya lebih lanjut menyangkut proyeksinya untuk perdagangan bulan Juni 2025, Budi belum dapat memastikannya. Namun ia optimistis, kondisi akan semakin membaik sehingga tidak mempengaruhi perdagangan RI.
"Mudah-mudahan sih nggak akan (ada pengaruh), sekarang justru semakin reda kan ya. Kalau misalnya perang juga mudah-mudahan nggak ada lagi, sudah kondusif," kata Budi, ditemui usai acara.
Pemerintah Indonesia juga masih menunggu hasil atas langkah negosiasi dengan AS. Menurutnya tidak banyak hambatan dari proses negosiasi tersebut, namun memang kesepakatan belum terjalin.
"Cuman memang belum ketemu lagi aja, belum deal dan sebagainya. Jadi nunggu waktu. Di negara lain juga belum deal semua. Ya kita maunya (turun dari tarif impor 32%)," ujarnya.
(shc/kil)