Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatatkan jumlah angka korban pemutusan hubungan kerja (PHK) sepanjang tahun 2025 sampai bulan Juni mencapai 42.385 pekerja. Angka ini naik sekitar 32,19% dari periode yang sama di tahun lalu yakni sebanyak 32.064 pekerja.
Informasi tersebut merujuk pada Satudata Kemnaker. Berdasarkan dokumen Tenaga Kerja Ter-PHK, tercatat bahwa sepanjang tahun ini PHK paling banyak terjadi di Jawa Tengah dengan total 10.995 pegawai, disusul Jawa Barat sebanyak 9.494 pegawai, dan Banten 4.267 pekerja.
Dikonfirmasi terkait data tersebut, Menteri Ketenagakerjaan Yassierli mengatakan, kondisi ini disebabkan oleh berbagai macam alasan. Penyebabnya bisa datang dari internal bisnis sendiri maupun dari eksternal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"PHK itu sendiri penyebabnya macam-macam. Ada PHK itu karena memang industri-nya memang pasarnya sedang turun, ada industri yang dia berubah model bisnisnya, kemudian ada yang ada isu terkait dengan internal, hubungan industrial, dan seterusnya," kata Yassierli, ditemui usai Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi IX DPR RI di Senayan, Jakarta, Selasa (22/7/2025).
Yassierli mengatakan, saat ini pihaknya juga sudah mulai membuat laporan secara lebih detail ke level data per provinsi hingga sektor industri terdampak PHK itu sendiri.
Sementara itu, Kepala Badan Perencanaan dan Pengembangan Ketenagakerjaan Kemnaker Anwar Sanusi mengakui bahwa secara akumulasi data PHK di tahun ini lebih besar ketimbang periode yang sama di tahun lalu.
Namun secara bulanan, tercatat jumlah PHk mulai mengalami penurunan. Di bulan Juni 2025, tercatat PHK mencapai 1.609 pekerja, turun dibandingkan catatan bulan Mei 2025 yang mencapai 4.702 pekerja.
"Kalau dari sisi jumlah kan lebih besar ya dibanding dengan tahun lalu, karena memang tahun ini ada momentum sekitar bulan Januari itu kan PHK yang sangat besar ya jumlah dalam satu perusahaan itu (Sritex) besar sekali, sehingga akhirnya menambah jumlah dari yang per PHK," jelas Anwar.
(shc/rrd)