Pecahnya perang antara Thailand dan Kamboja berpotensi merembet ke stabilitas ekonomi di kawasan Asia Tenggara. Perang tersebut bahkan dapat mempengaruhi Indonesia, khususnya jika melebar dan dengan eskalasi yang lebih besar.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menjelaskan, rantai pasok industri di kawasan, khususnya otomotif, bisa terganggu. Kondisi ini berujung pada aksi PHK yang membuat pendapatan masyarakat merosot.
"Bisa berdampak ke gangguan rantai pasok industri otomotif dan elektronik sehingga picu PHK. Kalau PHK merebak maka pendapatan masyarakat akan merosot tajam," kata Bhima saat dihubungi detikcom, Jumat (25/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bhima mengatakan, pabrikan Indonesia, khususnya elektronik dan otomotif, masih mendatangkan suku cadang dari Thailand. Oleh karena itu konflik yang meluas berpotensi menyebabkan gangguan produksi.
"Kalau sampai konflik ini mengganggu rantai pasok terutama barang-barang otomotif kemudian elektronik. Ini tentunya bisa memberikan tekanan juga pada pabrikan di Indonesia karena sebagian suku cadangnya didatangkan dari Thailand," tambah Bhima.
RI Bisa Tarik Wisatawan Asing
Ilustrasi/Foto: Thinkstock
|
"Jadi kalau dilihat ini kan menimbulkan kekhawatiran dan resiko bagi para wisatawan. Dan Indonesia bisa menangkap peluang untuk menarik wisatawan asing datangnya ke Indonesia. Ini jadi salah satu peluang asalkan memang promosi wisata kemudian infrastruktur pendukung pariwisatanya itu terus dibenahi," bebernya.
Bhima juga menyinggung peran Thailand dan Kamboja yang menjadi basis server judi online. Jika konflik sampai mengganggu server judi online maka jumlah pemain di Indonesia juga berkurang.
"Implikasinya sih diharapkan di perbatasan Kamboja dan Thailand ini itu kan banyak yang menjadi basis dari judi online. Harapannya terganggu karena perang sehingga judi onlinenya bisa berkurang dan itu menguntungkan masyarakat Indonesia," imbuhnya.
Namun, ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad menilai konflik Thailand dan Kamboja tidak terlalu berdampak pada ekonomi warga Indonesia. Bahkan jika konflik membesar dan meluas, dampak bagi warga Indonesia relatif kecil.
"Menurut saya sih belum ya. Menurut saya gini, kalau misalnya tadi Thailand ternyata mengalami penurunan pertumbuhan ekonomi gara-gara konflik, maka memang kita terpengaruh, tapi relatif kecil," sebut Tauhid.
Dalam konflik tersebut, Thailand menyebut Indonesia perlu mengambil inisiatif untuk menjadi penengah untuk mencegah konflik berkepanjangan. Konflik seharusnya tidak perlu ditangani PBB dan bisa ditengahi oleh ASEAN.
Konflik Thailand-Kamboja Tak Berdampak Besar
Ilustrasi/Gejolak Perang Thailand-Kamboja/Foto: REUTERS/Soveit Yarn
|
Dampak bagi ekonomi baru terasa jika konflik meluas dan berlangsung panjang, serta mengganggu lintas perdagangan internasional. Namun, Piter memprediksi konflik itu tidak akan berlangsung lama.
"Kalau konfliknya itu melebar, semakin besar, dan dalam waktu yang cukup lama, itu saya kira baru berdampak signifikan terhadap lalu lintas perdagangan, mengganggu aktivitas ekspor-impor khususnya di negara-negara ASEAN. Tapi dugaan saya ini nggak bakal lama. Paling ya satu bulan dua bulan ini udah selesai," jelas Piter.
Sekalipun konflik meluas, kata Piter, dampak bagi perekonomian Indonesia tidak terlalu besar. Hal ini dikarenakan perekonomian Indonesia tidak terlalu mengandalkan ekspor-impor melainkan lebih dipengaruhi oleh pasar domestik.
Hal ini berbeda dengan negara-negara seperti Singapura, Jepang, Korea, yang perekonomian itu sangat ditentukan oleh ekspor dan impor. Ketegangan geopolitik bisa mengganggu perdagangan internasional sehingga mengganggu perekonomian negara tersebut.
"Baik Thailand dan Kemboja, itu bukan mitra dagang kita yang utama. Kedua, ekspor dan impor di dalam perekonomian kita itu tidak signifikan konsumsinya. Bukan yang terbesar berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi kita. Kita kan lebih dipengaruhi oleh pasar domestik, baik dalam bentuk konsumsi maupun dalam bentuk investasi," tutupnya.
Pada kesempatan itu, Bhima juga menyinggung dampak positif bagi negara kawasan ASEAN dengan adanya perang dagang. Tapi pecahnya konflik Thailand dan Kamboja bisa merubah arah pandang investor.
"Dan yang ketiga memang implikasinya adalah instabilitas ekonomi di tingkat ASEAN itu menjadi hal yang mengkhawatirkan. Apalagi banyak investor memandang ASEAN termasuk di dalamnya Indonesia, Thailand, Kamboja sebagai negara yang saat ini sebenarnya banyak diuntungkan dengan adanya perang dagang. Dan situasi ini bisa berubah 180 derajat ketika wilayah ASEAN itu didera konflik," beber Bhima.
Gangguan produksi juga bisa terjadi. Menurut Bhima, jika konflik sampai mengganggu rantai pasok, misalnya industri otomotif dan elektronik, hal ini juga bisa memberikan tekanan kepada pabrikan di Indonesia. Pasalnya pabrikan Indonesia masih mendatangkan beberapa suku cadang dari Thailand.
"Dan kedua implikasinya tentu pada gangguan produksi ya. Kalau sampai konflik ini mengganggu rantai pasok terutama barang-barang otomotif kemudian elektronik. Ini tentunya bisa memberikan tekanan juga pada pabrikan di Indonesia karena sebagian suku cadangnya didatangkan dari Thailand," tutup Bhima.