Serapan tenaga kerja dari proyek investasi diperkirakan akan semakin menyusut. Menurut Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), Shinta Kamdani, hal ini disebabkan karena investasi lebih diarahkan untuk sektor padat modal.
Maksudnya, pengusaha cenderung menanamkan modalnya pada sektor-sektor yang mengandalkan teknologi dan mesin, bukan tenaga manusia. Akibatnya meskipun nilai investasi meningkat, dampaknya terhadap penciptaan lapangan kerja tidak sebesar sebelumnya.
"Tapi kita juga harus menyadari bahwa memang investasi yang masuk saat ini sudah beralih dari yang namanya padat pekerjaan ke padat modal. Dan itu kelihatan sekali masuk ke dalam penyerapan tenaga kerjanya. Jadi walaupun ada penciptaan lapangan pekerjaan, tapi yang sekarang masuk tentunya akan lebih sedikit dari sebelumnya," katanya dalam konferensi pers di Kantor APINDO, Jakarta, Selasa (29/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
10 tahun lalu setiap Rp 1 triliun investasi bisa menyerap 4.000 tenaga kerja. Kondisinya berbeda saat ini, yang mana Rp 1 triliun investasi hanya menyerap sekitar 1.000-an tenaga kerja.
"10 tahun yang lalu itu masih satu Rp 1 triliun investasi masih 4.000, sekarang sudah seribuan. Jadi memang penurunannya sudah sangat berbeda dibandingkan dengan sebelumnya. Jadi ini semua tren model investasi yang masuk ini juga berkaitan ya, termasuk juga dengan cost untuk mendapatkan investasi tersebut," jelas Shinta.
Pada kesempatan itu, Shinta juga menyoroti ICOR (Incremental Capital Output Ratio) yang relatif tinggi, yakni 6,33. ICOR berkaitan dengan efisiensi investasi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan seberapa besar dampaknya terhadap penciptaan output, termasuk lapangan kerja.
Semakin tinggi ICOR maka investasi yang dibutuhkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi semakin besar dan kurang efisien. Sebaliknya, semakin rendah ICOR maka investasi lebih efisien karena mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dengan dana yang lebih kecil.
(kil/kil)