Direktorat Jenderal Pajak (DJP) gencar mengirimkan 'surat cinta' atau Surat Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) kepada wajib pajak. Hal ini dilakukan sebagai bagian dari upaya intensifikasi pengawasan dan perluasan basis perpajakan.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP, Rosmauli mengatakan sampai 25 Juli 2025 pihaknya telah menerbitkan 185 ribu SP2DK. Kegiatan ini disebut sebagai salah satu upaya pengawasan kepatuhan perpajakan.
"Sampai dengan 25 Juli 2025, total sebanyak 185 ribu SP2DK telah DJP terbitkan. Perlu kami sampaikan bahwa penerbitan SP2DK merupakan salah satu upaya pengawasan kepatuhan yang DJP lakukan," kata Rosmauli kepada detikcom, Rabu (30/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Rosmauli menyebut kebijakan ini tidak tergantung pada keadaan penerimaan negara yang sedang naik atau turun. Setiap penerbitan SP2DK diklaim didukung oleh analisis berbasis data dan sistem, serta memerlukan pertimbangan dari petugas guna memastikan setiap penerbitannya telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
"Tidak tergantung pada keadaan penerimaan yang sedang naik atau turun," tegasnya.
Sebagai informasi, sampai semester I-2025 realisasi penerimaan pajak turun 6,21% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Jumlahnya terkumpul Rp 837,8 triliun atau 38% dari target.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pernah mengatakan, kontraksi penerimaan pajak pada semester I-2025 disebabkan oleh tingginya restitusi. Selain itu dikarenakan pelemahan ekonomi nasional dan batalnya kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% yang sebelumnya berpotensi menambah Rp 71 triliun.
"Itu menyebabkan kita kehilangan target yang sebesar Rp 71 triliun di APBN 2025 ini. Ini tentu mempengaruhi kinerja kita," kata Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, Selasa (1/7).
Rendahnya penerimaan juga dipengaruhi oleh harga minyak dan gas bumi yang turun. Kondisi ini terjadi sejak awal tahun. "Kuartal I-2025 kita cukup mengalami tekanan dari sisi pendapatan negara," beber Sri Mulyani.
Hal lain yang mempengaruhi penerimaan adalah dividen BUMN yang kini disetorkan ke Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara). "Dividen dari BUMN yang tidak dibayarkan karena sekarang dipegang Danantara itu sekitar Rp 80 triliun," ucap Sri Mulyani.
Tonton juga video "DJP Sebut PPN 12% Atas Transaksi QRIS Tak Dibebankan ke Konsumen" di sini:
(acd/acd)